Intisari-Online.com – Yang dimaksud dengan "No. 7" ialah Rudolf Hess, satu-satunya penjahat perang Nazi yang masih meringkuk di Penjara Spandau.
Baru-baru ini ia merayakan hari lahirnya ke-90, namun satu-satunya keinginan: melihat cucu-cucunya dengan mata kepalanya sendiri tidak dikabulkan. Sebagai gantinya ia mendapat proyektor film.
Berlin-Spandau Jalan Wilhelm nomor 23. Di sebuah penjara militer berusia 103 tahuh, hari baru dimulai.
Suatu hari yang sama seperti hari yang lain, tetapi amat berbeda dengan penjara lain yang ada di dunia. Di situ tidak terdengar gemerincing seikat kunci, tidak ada bunyi pintu berderit, tidak ada suara langkah sepatu bot di sepanjang lorong penjara, tak ada seorang pun yang berteriak "keluar!"
Hari di penjara itu yang dimulai pada pukul 7 pagi tampak sepi-sepi saja. Di sel nomor 17, "narapidana Nomor 7" bangun dari tidurnya dengan susah payah, membalikkan badan 90 derajat, supaya kakinya bisa menyentuh lantai.
Ia berusaha memasukkan kakinya ke sandal yang sudah butut, menyeret kaki kanannya, lalu berjalan menuju pintu sel yang tidak terkunci dan membukanya.
Dua koki pribadi
la menggumamkan "selamat pagi" kepada penjaga yang duduk di sebuah kursi di depan pintu atau mengguncangkan bahu penjaga itu supaya bangun. Soalnya, sebagian besar penjaga yang sudah tua tidak tahan "begadang".
Kemudian, sambil berjalan menyeret kakinya, ia menyusuri lorong penjara dan menghilang di kamar mandi.
Selama "Nomor 7" bercukur, membasuh wajah dan tangan, menyisir kemudian berpakaian di ruang ganti baju, salah seorang koki pribadinya, entah itu yang orang Spanyol atau orang Afganistan, tergantung jam mereka bertugas, menyiapkan sarapan di lantai bawah tanah penjara.
Baca juga:Tentang Tiga Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi di Mauthausen
Sarapannya terdiri atas roti yang mudah dicernakan, mentega, selai dan keju. Jarang sekali disediakan sosis. Soalnya, "Nomor 7" lebih suka makanan vegetarier.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR