"Jago-jago Palawan memang hebat," kata salah seorang satpam sebuah kantor swasta yang pecandu adu ayam.
Di dekat pintu masuk arena, para pemilik ayam jago mencari lawan bertanding. Ada ahli ayam di situ yang menenrukan bahwa "Proxy" mampu melawan "Nino" misalnya. Akan tetapi bisa saja pemilik si. "Pinoy" misalnya, mencari lawan sendiri dengan taruhan 75 : 25.
Artinya, kalau si Pinoy menang, pemiliknya akan mendapat ¼ bagian dari taruhan dan kalau kalah ia harus membayar 3/4-nya. Cara seperti itu ditempuh oleh pemilik ayam yang mau mencoba-coba ayam jagonya. Apakah ayamnya hebat bertarung atau akan segera menjadi ayam goreng.
Nonton sabong berarti juga mengetahui siapa-siapa petaruh kaya, yakni mereka yang duduk di sekitar ring tinju ayam, dan siapa-siapa pula botoh-nya (Jawa: semacam promotor). Mereka yang berada jauh dari ring boleh dipastikan hanya sekadar menonton.
Baca juga: Geser Las Vegas, Inilah Kota dengan Pasar Perjudian Terbesar di Dunia
Kalaupun bertaruh pasti hanya berbisik-bisik saja karena jumlah taruhannya kecil.
Yang kalah digoreng
Cara bertaruh dilakukan secara terbuka Ramainya suasana seperti dalam bursa saham. Botoh yang ada di ring mengajukan tawaran kepada mereka yang persis berada di sekitar ring. Kecuali berteriak-teriak menjagokan pilihannya, ia juga mengacung-acungkan jari-jari tangannya sebagai isyarat.
Jari-jari tangan ke bawah berarti ia menawarkan taruhan dalam satuan ribuan: satu jari seribu, dua jari dua ribu, dst. Kalau jari-jari tangan menunjuk ke arah samping (kanan atau kiri) berarti tawarannya dalam satuan ratusan saja. Tapi, ia juga melayani taruhan dalam satuan puluhan, misalnya 50 peso (± Rp 4.000,-).
Selain bertaruh dengan botoh-nya, orang bisa juga bertaruh melawan orang yang duduk di sebelahnya, di atasnya, atau yang duduk di seberangnya.
Lamanya saling bertaruh dalam setiap pertandingan sekitar 3 - 5 menit, sementara dua ayam jago yang akan diadu diperagakan di atas ring. Caranya, ayam-ayam itu saling mematuk meskipun masing-masing dipegang pemiliknya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR