Intisari-online.com - Ada kisah mengenai seorang pengungsi Vietnam yang masuk ke Amerika tahun 1980. Untuk menyambung hidup ia membuka restoran masakan Cina di Philadelphia, tetapi ternyata tidak laku.
Ia kemudian banting setir mengubah restorannya menjadi masakan Cina yang dimasak sesuai dengan peraturan masak Yahudi (kosher). Untuk bisa memenuhi persyaratan, ia harus mengeluarkan banyak dana untuk membeli perlengkapan baru.
Ternyata itu keputusan yang jitu. Restorannya laris manis.
Bagi seorang bukan Yahudi mungkin terasa agak aneh. Apa hubungannya perlengkapan dengan halal tidaknya makanan? Masak sesuai dengan hukum Yahudi memang sulit.
BACA JUGA: Zabulon Simintov, Pria yang Diyakini Sebagai Yahudi Terakhir di Afghanistan
Hukum itu bukan hanya menentukan apa yang boleh dimakan atau tidak, tetapi juga dalam kombinasi apa atau bagaimana cara makanan itu harus dimasak. Semua peraturan itu disebut kashrut. Makanan yang memenuhi peraturan itu disebut kosher.
Apa yang dianggap halal atau tidak ditentukan oleh hukum Yahudi, yang diinterpretasikan secara berbeda sesuai dengan aliran agama Yahudi yang dianut dan tempat tinggal.
Susu dan daging
Semua sayuran dan buah dianggap halal, karena itu undang-undang makanan itu hanya mengatur binatang, burung dan ikan yang boleh dimakan. Selain itu bagaimana cara memasak bahan itu untuk konsumsi?
Salah satu peraturan penting ialah bahwa produk susu dan daging harus dimasak secara terpisah. Dasarnya karena dalam kitab suci mereka tiga kali ditulis "Janganlah masak kambing dalam susu ibu".
Pemisahan itu sering dilakukan secara ekstrem: panci, wajan, peralatan dapur, tempat cuci, sikat cuci dan serbet harus dipisah. Biasanya diberi tanda berwarna.
Di Israel kini dijual sticker khusus untuk ditempelkan di atas peralatan, laci, dan lemari supaya tamu dan anggota keluarga tidak salah. Warna merah dipakai untuk daging, warna biru untuk susu dsb.
Terpaksa mesin cuci piring pun perlu dua buah! Orang Yahudi ortodoks bahkan mempunyai dua dapur.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR