Dari De Javasche Bank Agentschap Semarang Menjadi Bank Indonesia Semarang, Sebuah Riwayat Singkat

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

De Javasche Bank Semarang
De Javasche Bank Semarang

Berbicara tentang Bank Indonesia, berarti kita harus berbicara tentang embrionya: De Javasche Bank (DJB). Termasuk Bank Indonesia Semarang yang dulu bernama DJBAgentschap Semarang.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -De Javasche Bank Agentschap (DJB) Semarang lahir sebagai jawaban atas perkembangan ekonomi di Jawa Tengah pada umumnya dan Kota Semarang pada khususnya, begitu yang tertulis dalam bukuSemarang Sebagai Simpul Ekonomi: Bank Indonesia Dalam Dinamika Perekonomian Jawa Tengah.

Di luar Batavia, DJB Semarang adalah kantor cabang kedua di Pulau Jawa. Masih mengutip sumber yang sama, berdirinya DJB Semarang sepertinya tak lepas dari persiapan pemerintah kolonial Hindia Belanda mempersiapkan Cultuurstelsel alias Sistem Tanam Paksa pada 1830.

Sebelum berbicara tentang DJB Semarang, alangkah baiknya kita memulainya dengan DJB pusat yang ada di Batavia.

Semua berawal ketika Raja Wilem I mengirimkan surat kuasa No.85 kepada Leonard Du Bus de Gisinies, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-42 (berkuasa dari 1826 hingga 1830), pada 29 Desember 1826. Isi surat itu supaya de Gisinies segera membentuk bank swasta di Jawa, yang kelak dikenal sebagai De Javasche Bank. Gagasan tentang bank swasta itu baru terealisasi pada 1 Januari 1828.

Baca Juga: Sejarah De Javasche Bank Didirikan Oleh Belanda Jadi Cikal Bakal Berdirinya Bank Indonesia

Ketika itu saham DJB dimiliki oleh perseorangan, tujuh lembaga, dan Pemerintah Kolonial, di mana Nederlandsch Handels Maatschappij (NHM) adalah pemilik saham terbesar lembaga keuangan yang baru berdiri itu.

Dalam perkembangannya, DJB menjadi bank sirkulasi pertama di Asia. Ia mempunyai peran penting sebagai pengontrol kebijakan publik, pengatur pertukaran uang, penyedia kebutuhan perekonomian pemerintah, hingga memfasilitasi kebutuhan ekspor impor.

Oktroi DJB sejatinya akan berakhir pada 31 Desember 1837, sesuai dengan Surat Keputusan No.28 tentang Octrooi en Reglement voor De Javasche Bank Pasal 1, tapi kemudian diperpanjang hingga 31 Maret 1838 melalui oktroi kedua. Dengan begitu, DJB akhirnya untuk pertama kalinya menerbitkan uang (Berdasarkan Pasal 35 Oktroi pertama, uang kertas yang dikeluarkan DJB hanya berlaku di Jawa dan Madura—sebagaimana namanya, Bank Jawa).

Setelah sukses di Batavia, setahun kemudian, DJB mulai membuka kantor cabang. Yang pertama di Semarang pada 1 Maret 1829, disusul di Surabaya pada 14 September 1829, lalu di Bandung pada 30 Juni 1909, lalu Cirebon, Solo, Yogyakarta, Malang, Kediri, dan Madiun.

Tak hanya di Jawa, DJB juga mengembangkan sayapnya di luar Jawa. Seperti di Padang yang dibuka pada 20 Agustus 1864, di Makassar pada 20 Desember 1864, dan di kota-kota besar lainnya. Hingga dinasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada 1953—kemudian berubah nama menjadi Bank Indonesia—DJB setidaknya mempunyai 23 kantor cabang yang tersebar di empat pulau dan satu di Belanda selama 125 tahun beroperasi.

Semarang lebih berpotensi dibanding Surabaya

Kenapa Semarang dipilih menjadi kota tempat kantor cabang yang pertama? Salah satu pertimbangannya adalah karena ketika itu Semarang berperan sebagai pusat transaksi antara daerah pedalaman dan wilayah seberang.

Ketika itu, Semarang bukan hanya salah satu pusat perdagangan di Jawa. Kota yang sekarang menjadi Ibukota Jawa Tengah itu juga menjadi salah satu pusat jaringan perdagangan penting di Nusantara juga internasional. Selain indigo, kopi, gula, opium juga menjadi salah satu komoditas menguntungkan di Semarang.

Semarang juga menjadi kota pelabuhan yang penting dan sangat sibuk saat itu. Sebagai kota pelabuhan kolonial, Semarang punya peran penting dalam mengatur ekspor dari wilayah pedalaman. Semarang juga dianggap memenuhi syarat sebagai kota pelabuhan laiknya Batavia dan Surabaya.

Landasan hukum berdirinya DJB Agentschap Semarang adalah Pasal 65 Octrooi pertama yang menyebutkan bahwa presiden dan direktur-direktur DJB diberi wewenang membuka cabang di kota-kota lain di Pulau Jawa. Dalam ketentuan itu juga disebutkan bahwa mereka juga berhak menyerahkan sebagian tugas pekerjaannya kepada para pemimpin kantor cabang sesuai dengan kebutuhannya.

Sesuai dengan Peraturan Rumah Tangga Sementara Sementara Pasal 45 yang disepakati oleh dan diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham yang pertama, presiden dan para direktur DJB harus segera membentuk komisi-komisi di Semarang dan Surabaya. Komisi-komisi itu dibuat sebagai persiapan sebelum mendirikan kantor cabang di dua kota pelabuhan tersebut.

Komisi juga ditujukan untuk menggali dan meneliti potensi ekonomi yang ada di dua kota tersebut. Komisi Semarang sendiri diisi oleh G.J. Sieburgh, T. Schuurman, dan J. Bremmen, sementara Komisi Surabaya beranggotakan J.C. Schmidt, A.H. Buchler, dan J.e. Bancks.

Tak sampai setahun, Komisi Surabaya sudah memberikan laporannya, tepatnya pada 24 Juni 1828. Laporan itu kemudian dibahas pada 2 Juli di tahun yang sama. Keputusannya, menunggu hasil penelitian Komisi Semarang.

Bersama Batavia dan Surabaya, Semarang adalah kota terbesar dan terpadat di Hindia Belanda pada abad ke-19.
Bersama Batavia dan Surabaya, Semarang adalah kota terbesar dan terpadat di Hindia Belanda pada abad ke-19.

Enam bulan kemudian, tepatnya pada 31 Desember 1828, Komisi Semarang menyerahkan laporannya yang baru diterima oleh para direksi pada Januari 1829, yang kemudian dibahas dalam Rapat Direksi pada 14 Januari 1829.

Baca Juga: Berdiri Sebagai Pengganti Bank Pertama Di Indonesia, Inilah Sejarah Bank Indonesia

Setelah menimbang-menimbang, para direksi akhirnya sepakat bahwa secara ekonomis Semarang lebih menguntungkan dibanding Surabaya. Maka berdirinya De Javasche Bank Agentschap Semarang sebagai cabang pertama DJB.

P.C.W. Hipp, seorang pengusaha yang berbasis di Semarang, dipilih sebagai pemimpin cabang. Dia dibantu oleh tiga orang komisaris, yaitu T. Schuurman, J. Bremmer, dan J. Mac Neill—semuanya tinggal di Semarang.

Tak dapat dipungkiri, berdirinya DJB Agentschap Semarang sangat membantu sirkulasi peminjaman kredit dan permodalan di kota itu, terutama untuk para pengusaha. Perusahaan swasta Belanda terbesar yang meminjam uang untuk permodalan termasuk di DJB adalah Dorrepaal & Co. yang berkantor pusat di Semarang dan bergerak dalam perkebunan tebu dan pembuatan kertas.

Apa yang membuat Dorrepaal & Co. mudah mendapatkan kredit karena perusahaan ini dianggap mempunyai manajemen. Keuangannya juga sehat. DJB Semarang juga memberikan pinjaman kepada Kian Gwan Handel Maatschappij dan Oei Tong Ham.

---

Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda, pemerintah Dai Nippon menutup operasi De Javasche Bank, juga semua bank Belanda dan bank Eropa lainnya. Sebagai gantinya, pemerintah mendirikan bank sentral ad hoc untuk Indonesia bernamaNanpo Kaihatsu Ginko. DJB kembali beroperasi setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 1945.

Berubah menjadi Bank Indonesia Semarang

Singkat cerita, Indonesia memperoleh kemerdekaannya lewat proklamasi yang dibacakan oleh Sukarno dan Mohammad Hatta Atas Nama Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tapi Belanda mau mengakuinya, makanya mereka melancarkan agresi militer sampai dua kali.

Setelah serangkaian pertempuran dan diplomasi, pada Desember 1949 Belanda akhirnya mengakui kedaulatan negara Republik Indonesia lewat Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag.

Setelah itu, muncul gerakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh pemerintah Indonesia pada 1950-an. Nama-nama perusahaan yang awal menggunakan istilah Belanda juga berubah, menjadi nama-nama lokal. Termasuk De Javasche Bank yang kemudian berubah menjadi Bank Indonesia.

Perubahan dari DJB menjadi BI di Jakarta kemudian diikuti cabang-cabang lainnya, termasuk di Semarang. Berdasarkan Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No.118/1951 tanggal 2 Juli 1951, dibentuklah panitia Nasionalisasi De Javasche Bank (DJB) menjadi Bank Indonesia (BI).

Keputusan tersebut dilanjutkan dengan dibentuknya UU Nasionalisasi DJB yaitu UU No.24/1951 tanggal 6 Desember 1951.

Setelah DJB dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia Semarang dipimpin oleh seorang pribumi (Indonesia) yaitu E. Soekasah Somawidjaja. Fungsinya juga berubah. Berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 1953, BI memiliki tiga fungsi dasar: (1) terkait dengan moneter, (2) membuat kebijakan perbankan nasional, (3) memperlancar arus lalu-lintas pembayaran.

Begitulah sejarah singkat Bank Indonesia Semarang yang dulu bernama De Javasche Bank Agentschap Semarang, cabang DJB pertama di Hindia Belanda.

Sumber:

Tim Penyusun, 2022, Semarang Sebagai Simpul Ekonomi: Bank Indonesia Dalam Dinamika Perekonomian Jawa Tengah, Jakarta:Bank Indonesia Institute

Artikel Terkait