Intisari-Online.com -Sejarah Bank Indonesia tak lepas dari berdirinya bank pertama di Indonesia.
ItulahBank van Courant en Van Leening yang didirikan oleh VOC pada 1746.
Inilah penjelasan sejarah Bank Indonesia yang dulunya bernamaDe Javasche Bank (DJB).
Seperti disebut di awal, pada 1746,berdiri bank pertama di Indonesia bernama Bank van Courant en Van Leening.
Bank ini berdiri tentu seiring dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara pada awal abad ke-17.
Mereka datang untuk mendapatkan rempah-rempah.
Pada 1602, berdiri maskapai dagang yang kelak disebut sebagai maskapai dagang terkaya di dunia bernamaVereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Maskapai dagang ini dipelopori oleh seorang Belanda bernamaJohan van Oldenbarnevelt.
Sejak berdirinay VOC,kegiatan perdagangan di Nusantara mulai mengalami perkembangan yang siginifikan.
Karena itulah dibutuhkan lembaga khusus untuk menunjang kegiatan perdagangan.
Lalu berdirinyaBank van Courant pada 1746.
Bisa dibilang ini adalah bank pertama yang ada di Indonesia.
Bank ini bertugas untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya.
Enam tahun kemudian, pada 1752, Bank van Courant disempurnakan menjadi De Bank van Courant en Bank van Leening.
De Bank van Courant en Bank van Leening bertugas memberi pinjaman kepada semua pegawai VOC supaya bisa menempatkan dan memutar uang melalui lembaga tersebut.
Ketika ituimbalan bunga juga sudah mulai diperlakukan.
Sayangnya, terjadi krisis keuangan sehingga Bank van Courant harus ditutup pada 1818--seiring dengan bangkrutnya VOC.
Sepuluh tahun setelah Bank van Courant ditutup, didirikanlah De Javasche Bank (DJB) sebagai penggantinya pada 1828.
Ketika itu DJB diberi hak octrooi atau hak istimewa oleh pemerintah Kerajaan Belanda untuk bergerak sebagai bank sirkulasi.
Sebagai bank sirkulasi, DJB bertugas untuk mencetak dan mengedarkan uang gulden di wilayah Hindia Belanda.
Setiap 10 tahun, hak octrooi DJB akan diperpanjang sehingga secara keseluruhan DJB sudah mendapat tujuh kali masa perpanjangan.
DJB pun menjadi bank sirkulasi pertama di Asia.
Memasuki 1830, DJB telah melakukan ekspansi bisnis dengan membuka kantor cabang di beberapa kota di Hindia Belanda, seperti Semarang (1829), Surabaya (1829), Padang (1864), Makassar (1864), Cirebon (1866), Solo (1867), dan Pasuruan (1867).
Pembukaan cabang ini didorong oleh kebijakan baru yang diterapkan Belanda di Nusantara, yakni sistem tanam paksa.
Baca Juga: Sejarah Bank BRI, Di Luar Perkiraan Ternyata Di Kota Inilah Bank Pertama Milik Negara Itu Didirikan
Untuk mendukung kebijakan baru mereka di bidang finansial, pemerintah kolonial memanfaatkan DJB sebagai medianya.
Tapi pada masa kependudukan Jepang di Indonesia, DJB dilikuidasi.
Tugas DJB sebagai bank sirkulasi pun diganti oleh bank buatan Jepang bernama Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).
Namun, setelah Indonesia merdeka pada 1945, DJB kembali diaktifkan oleh NICA untuk mencetak dan mengedarkan uang mereka.
Tujuannya, agar perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan atau kekacauan.
Akan tetapi, sesuai dengan perintah yang ada dalam UU Pasal 23 Tahun 1945, pemerintah RI kemudian membentuk bank sirkulasi bernama Bank Negara Indonesia (BNI).
Guna mengembalikan kedaulatan, BNI menerbitkan uang sendiri bernama Oeang Republik Indonesia (ORI).
Munculnya BNI milik RI dan DJB milik NICA lantas memicu terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia dan memicu pertempuran mata uang (currency war).
Ketika itu mata uang DJB disebut uang merah, sedangkan ORI disebut uang putih.
Pada 1952, Pemerintah Revolusi Indonesia mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia (BI).
Pada 1 Juli 1953, pemerintah RI menerbitkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia.
Berdasarkan aturan itu, Bank Indonesia resmi berdiri sebagai Bank Sentral Republik Indonesia.
Selain menjadi bank sirkulasi, BI juga mempunyai tugas lain, yakni sebagai bank komersial dengan melakukan pemberian kredit.
Baca Juga: Begini Sejarah Bank di Indonesia dari Masa Kolonial hingga Reformasi
Pada 1965, Presiden Soekarno mencoba menyatukan seluruh bank negara menjadi bank sentral.
Karena itulah dikeluarkanlah Perpres No 7/1964, yang berisi tentang berdirinya Bank Tunggal Milik Negara.
Akan tetapi, tiga tahun kemudian, pada 1968, pemerintah RI kembali mengeluarkan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.
UU tersebut menyebutkan tentang pengembalian tugas BI sebagai Bank Sentral Republik Indonesia.
Lebih lanjut, pascareformasi, dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
BI ditetapkan sebagai Bank Sentral yang bersifat independen.
Dalam UU itu, BI bertujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta menghapus tujuan sebagai agen pembangunan.
Sejak saat itu, BI beberapa kali mengalami perubahan, mulai dari penyempurnaan tugas dan wewenang hingga penataan fungsi pengawasan Bank Indonesia.
Begitulah sejarah Bank Indonesia yang dulunya adalah bank yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Baca Juga: Analisislah Dampak Dan Prospek Bank Syariah Yang Ada Di Indonesia