Analisislah Dampak Dan Prospek Bank Syariah Yang Ada Di Indonesia

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Ilustrasi Bank Syariah Mandiri. Artikel ini akan membahas stentang dampak dan prospek bank syariah yang ada di Indonesia.
Ilustrasi Bank Syariah Mandiri. Artikel ini akan membahas stentang dampak dan prospek bank syariah yang ada di Indonesia.

Intisari-Online.com -Salah satu lini perbankan yang sedang berkembang di Indonesia adalah bank syariah.

Bank-bank konvensional sekarang berbondong-bondong punya lini syariah-nya.

Artikel ini akan membahas stentang dampak dan prospek bank syariah yang ada di Indonesia.

Salah satu dampak dari semakin berkembangnya bank syariah adalahUMKM akan bisa semakin berkembang sehingga perekonomian Negara juga akan semakin berkembang.

Lalu prospek bank syariah ke depannya juga akan semakin berkembang di Indonesia.

Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, prinsip-prinsip agam Islam.

Dalam operasionalnya, bank syariah tidak memakai sistem bunga.

Salah satu target pasar dan konsen bank syariah yaitu pengembangan UMKM masyarakat.

Dengan adanya bank syariah, maka masyarakat bisa meminjam modal untuk pengembangan usaha mereka.

Sehingga nantinya perekonomian negara juga akan berkembang.

Terkait dengan prospek, bank syariah mempunyai prospek yang bagus dan cerah.

Hal tersebut terlihat dengan semakin berkembangnya jumlah bank-bank syariah yang ada di Indonesia.

Masyarakat juga semakin mengetahui keberadaan dan juga informasi tentang kegiatan bank syariah.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dampak bank syariah yang ada di Indonesia yaitu UMKM akan bisa semakin berkembang sehingga perekonomian Negara juga akan semakin berkembang.

Kemudian, prospek bank syariah ke depannya juga akan semakin berkembang di Indonesia.

Terkait prospek, pada Desember 2021 lalu, menurut dataStatistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (SPS OJK), total aset yang dimiliki bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) mencapai Rp676,73 triliun.

Per tahun,aset perbankan syariah tercatat naik 14 persen secara year-on-year (yoy), dari Rp593,94 triliun pada posisi yang sama tahun 2020.

Aset perbankan syariah di Tanah Air tumbuh sekitar 16,35 persen secara mtm pada Juni 2021, diikuti dengan pembiayaan yang tumbuh 6,82 persen, dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 17,98 persen.

Itu artinya, bank syariah punya prospek yang sangat cerah.

Sejarah bank syariah di Indonesia

Mengutip situs OJK, inisiatip perbankan syariah dimulai pada 1980-an.

Ketika itu,BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga.

Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.

Pada 1983 pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan "sistem bagi hasil" dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.

Pada 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya kepada bisnis perbankan harus dibuka seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan (liberalisasi sistem perbankan).

Meskipun lebih banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.

Inisiatif pendirian bank Islam Indoensia dimulai pada 1980 melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.

Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).

Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.

Pada 18–20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22–25 Agustus 1990.

Hasilnya amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia.

Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991.

Sejak 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp106.126.382.000.

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belumlah memperolehperhatian yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional.

Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7 Tahun 1992; tanpa rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.

Pada 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebutmenjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan, ada dua sistem dalam perbankan di tanah air.

Yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.

Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar, BPD Aceh, dll.

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).

Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak pencapaian kemajuan.

Baik dari aspek lembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.

Sistem keuangan syariah kita menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional.

Per Juni 2015, industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS dengan total aset sebesar Rp273,494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%.

Khusus untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, total aset gross, pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga(BUS dan UUS) masing-masing sebesar Rp201,397 Triliun, Rp85,410 Triliun dan Rp110,509 Triliun

Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan.

Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK.

OJK selaku otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah 2014.

Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah pengembangan yang berisi insiatif-inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan.

Itulah artikel yang membahas stentang dampak dan prospek bank syariah yang ada di Indonesia.

Artikel Terkait