Supersemar Surat Mahadahsyat, Simbol Peralihan Ode Lama ke Orde Baru

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Supersemar, secarik surat yang punya kekuatan dahsyat. Sebagai simbil tumbangnya Orde Lama dan berdirinya Orde Baru.
Supersemar, secarik surat yang punya kekuatan dahsyat. Sebagai simbil tumbangnya Orde Lama dan berdirinya Orde Baru.

[ARSIP BoBo]

Supersemar, secarik surat yang punya kekuatan dahsyat. Sebagai simbil tumbangnya Orde Lama dan berdirinya Orde Baru.

Penulis: Anita/VW, terbit di Majalah Bobo 1992

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatka berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Lahirnya Supersemar merupakan peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Peristiwa 11 Maret 1966 itu dikenal sebagai tonggak berdirinya Orde Baru.

Semua itu bermula karena adanya kup—di mana Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai otak dan lakon utamanya—lewat Gerakan 30 September 1965 yang belum bisa ditumpas secara tuntas. Sisa-sisa PKI masih ada yang menyelinap di dalam aparatur (alat-alat) negara.

Pemberontakan yang terjadi tanggal 30 September 1965 itu berawal dari isu adanya Dewan Jenderal yang disebut berisi para perwira tinggi Angkatan Darat.

Baca Juga: Langkah Pemerintah Orde Baru Menata Kembali Bangsa, Setelah Mendapat Wewenang Supersemar

Persoalan lain timbul. Di awal tahun 1966 itu terjadi kenaikan harga-harga. Harga beras melonjak. Bahan bakar naik empat kali lipat. Tarif angkutan umum pun naik menjadi lima kali lipat. Hal itu membuat situasi negara kita kacau sekali.

Semua orang resah. Lebih-lebih para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Mereka mengadakan protes. Protes yang mereka lancarkan tanggal 10 Januari 1966 itu dikenal dengan nama Tritura atau Tri (Tiga) Tuntutan Rakyat. Isinya: bubarkan PKI, rombak Kabinet Dwikora, dan turunkan harga.

Berbagai bentuk protes lalu dilancarkan. Mogok kuliah, corat-coret, pengempesan ban-ban mobil, dan baris berbaris sambil melagukan kecaman-kecaman terhadap pemerintah. Sayang, protes-protes itu tidak ditanggapi oleh Pemerintah.

Karena kesal, kelompok mahasiswa itu, tanggal 15 Januari 1966 berangkat ke istana Bogor. Di istana itu, Presiden Soekarno dan para pembesar negara lainnya sedang bersidang. Setiba di gerbang istana, para mahasiswa mulai membuat keributan. Mereka meneriakkan Tritura dengan gegap gempita.

Pasukan pengawal istana Cakrabirawa berusaha menenangkan keadaan. Mereka mengusir para mahasiswa dengan menembakkan senapan ke atas berkali-kali. Namun, para mahasiswa itu tidak beranjak dari situ. Mereka bertiarap di tanah sambil terus mengejek dan mengecam Pemerintah.

Tiba-tiba, ratusan mahasiswa yang bagaikan kesetanan itu terdiam. Letjen Soeharto--ketika itu Menteri Panglima Angkatan Darat--muncul di ambang pintu istana. Pria Kemusuk, Bantul, itu akhirnya bisa meredakan amarah mahasiswa. Protes mahasiswa itu bisa dibubarkan dan sore harinya mereka kembali ke Jakarta.

Sebulan sudah berlalu, tetapi keadaan negara masih belum berubah. Tritura belum juga ada hasilnya. Sementara itu, para mahasiswa terus protes meskipun segala bentuk protes dilarang.

Dua tuntutan mereka akhirnya dipenuhi. Harga bensin turun. Kabinet pun dirombak. Namun, para mahasiswa belum puas. Sebab, tokoh-tokoh PKI yang mereka tentang, kini justru menduduki jabatan penting di dalam kabinet yang baru.

Protes pun semakin gencar. Tanggal 24 Februari 1966 terjadilah musibah yang semakin menyulut api kemarahan para mahasiswa. Arief Rachman Hakim, mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia (UI), tewas. Sebutir peluru bersarang di dada kirinya. Demikian pula dengan 11 orang lainnya.

Keadaan semakin genting. Kekacauan terjadi di mana-mana. Kini, bukan mahasiswa saja yang melancarkan protes. Tetapi, para pelajar dan guru-guru ikut pula berprotes.

Kemudian, terjadilah saat-saat bersejarah itu. Tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno memberikan surat perintah kepada Letjen Soeharto. Agar Pak Harto untuk dan atas nama Presiden mengambil tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya keamanan dan ketertiban, ketenangan, serta kestabilan pemerintahan.

Karena Surat Perintah itu diberikan pada Pak Harto tanggal 11 Maret, maka disebut Supersemar.

Sebagai tindak lanjut, tanggal 12 Maret 1966 Pak Harto sebagai pengemban Supersemar mulai bertindak. Hasilnya? PKI dibubarkan. Sisa-sisa kelompok yang dianggap sebagai pemberontak negara berhasil diberantas. Aparatur negara dibenahi dari segala penyelewengan. Keutuhan bangsa dan negara Indonesia dipulihkan berdasarkan landasan Pancasila dan UUD 45.

Bagaimanapun juga, lahirnya Supersemar tak lepas dari perjuangan para pelajar dan mahasiswa. Maka untuk menghargai jasa mereka, setiap tahun Pemerintah memberikan beasiswa Supersemar kepada pelajar dan mahasiswa Indonesia beberapa tahun yang lalu.

Baca Juga: Apakah Kaitannya Antara Supersemar dengan Orde Baru? Ini Penjelasannya

Artikel Terkait