Bantuan Suku Dayak pada Tentara Australia di Tanah Borneo Maret 1945

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Jack Tredrea (depan) bersama rekan-rekannya di Kalimantan, Mei 1945.
Jack Tredrea (depan) bersama rekan-rekannya di Kalimantan, Mei 1945.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Kabut tebal menyelimuti hutan Kalimantan Timur saat Jack Tredrea, seorang tentara medis muda, terjun dari pesawat pada Maret 1945.

Dalam genggamannya, ia membawa peta, senjata, granat, dan pil sianida yang pahit. "Pil L," ia mengenangnya, kini di usia 97 tahun, pil itu "untuk mengakhiri hidup jika tertangkap Jepang."

Dengan pil di mulut, Tredrea terjun ke wilayah musuh yang tak dikenal. Ia meludahkannya tepat sebelum mendarat di kanopi hutan, bergabung dengan tujuh anggota lain dari Unit Khusus Z, pasukan komando elit Australia.

Misi mereka yaitu, mengumpulkan intelijen dan menyatukan suku-suku lokal sebelum pendaratan Sekutu.

Peta yang digunakan Tredrea selama tujuh bulan di hutan itu kini menjadi saksi bisu dalam pameran di Australian War Memorial. Peta sutra berukuran 93cm x 48cm itu, terbuat dari rayon agar tahan air dan tidak mudah rusak, menjadi simbol perjuangan dan kepercayaan yang terjalin di tengah konflik.

"Peta-peta ini dirancang untuk bertahan dalam kondisi ekstrem," jelas Robyn van Dyk, kurator pameran.

"Anggota Unit Khusus Z juga bertugas memperbaiki peta-peta yang ada, sehingga informasi yang kami miliki semakin akurat seiring berjalannya waktu," jelasnya.

Tredrea dan rekan-rekannya mengandalkan dukungan masyarakat Dayak untuk bertahan hidup dan melaksanakan misi mereka.

"Mereka ada di pihak kita," kenangnya.

"Mereka memberi kami makan, merawat kami, dan memberikan informasi penting. Mereka membenci Jepang," paparnya.

Misi rahasia ini tetap tersembunyi selama 30 tahun. Tredrea dan rekan-rekannya berlatih keras sebelum dikirim ke Kalimantan.

Mereka berasal dari latar belakang berbeda, namun memiliki kualitas yang sama, inisiatif, keberanian, dan kesediaan untuk melanggar aturan demi mencapai tujuan.

"Mereka adalah sukarelawan yang siap menghadapi bahaya besar," ungkap Christine Helliwell, profesor ANU dan kurator pameran.

"Tingkat pergantian anggota unit ini sangat tinggi, namun mereka tetap berjuang dengan gagah berani," jelasnya.

Setelah perang, Tredrea kembali ke kehidupan normal sebagai penjahit di Adelaide. Ia menyimpan rahasia misinya selama tiga dekade, fokus pada keluarga dan pekerjaannya.

"Fakta bahwa kamu tidak bisa membicarakannya membuatmu tenang," katanya.

"Kamu bisa fokus pada apa yang harus kamu lakukan," sambungnya.

Tredrea telah kembali ke Kalimantan tujuh kali untuk mengunjungi orang-orang yang pernah membantunya.

"Mereka luar biasa," ia berkata dengan penuh haru.

"Tanpa mereka, misi kami tidak akan berhasil," jelasnya.

Pameran "A Matter of Trust: Dayaks & Z Special Unit Operatives in Borneo 1945" menjadi pengingat akan keberanian, pengorbanan, dan kepercayaan yang terjalin di tengah konflik.

Peta sutra, senjata, dan foto-foto bersejarah membawa pengunjung kembali ke masa lalu, menyaksikan perjuangan para pahlawan yang berjuang di balik kabut Kalimantan.

Kisah Jack Tredrea dan rekan-rekannya adalah kisah tentang tekad, persahabatan, dan pengabdian pada tugas.

Mereka adalah bukti bahwa bahkan di tengah kegelapan perang, cahaya kemanusiaan tetap bersinar. Mereka adalah pahlawan yang layak dikenang, dan kisah mereka akan terus menginspirasi generasi mendatang.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait