Nama itu masih bisa dikenali sampai sekarang dalam kata delman, kendaraan hasil rekaannya dalam bengkel keretanya. Pimpinan baru, C. Denninghoff, membaptisnya menjadi Rotterdamsch Hotel pada tahun 1854.
Nama Hotel des Indes yang membawanya ke puncak ke kemegahan diresmikan dengan akta pada tanggal 1 Mei 1856. Menurut Dr. de Haan, penulis buku Oud Batavia yang terkenal, nama baru ini merupakan hasil kasak-kusuk penulis Multatuli dengan pemilik hotel. Konon Multatuli yang sempat tinggal sementara di hotel itu tak melewatkan kesempatan untuk membujuk pemiliknya agar mengganti nama hotelnya menjadi "des Indes".
***
JACOB Lugt, pemilik baru yang membeli Hotel des Indes pada 1888, adalah seorang bekas militer dan pengusaha yang sukses. Dialah yang mulai mengusahakan hotel itu secara besar-besaran. Antara tahun-tahun 1891-94 dia membeli tanah-tanah di sekitarnya dan dijadikan suatu kompleks hotel yang cukup besar seluas 80.000 m persegi.
Tanah-tanah itu meliputi bekas Moenswijk yang dijadikan receptie-paviljoen, tanah Reinier de Klerk, persil yang disebut Hortus Medicus (kebun tanaman obat-obatan) douarier (janda) van der Parra dan persil Goldmann yang berbatasan dengan Gang Chaulan.
Jacob Lugt yang kaya-raya itu ternyata tidak sukses dalam usaha perhotelan. Entah karena spekulasi lain, ataukah ia terlalu royal terhadap para tamunya. Pada 1897 dia bangkrut dan hotel tersebut dijadikan perseroan terbatas. Para pemegang saham segera mengadakan berbagai penghematan. Selama itu tarifnya hanya F.5,- termasuk minum-minum gratis.
Betapa mewahnya hidangan hotel dapat kita baca dalam laporan penulis M. Buys:
"Siang-siang pukul setengah satu atau jam satu dihidangkan rijstafel, dengan hidangan pokok nasi dengan aneka macam lauk pauk, seperti ayam dimasak dalam berbagai cara, saus kari, daging, sayur-mayur, kaldu, aneka jenis sambal-sambalan, ikan merah Makassar, chutney dan sebagainya. Sesudah itu masih dihidangkan makanan Eropa seperti sayur-sayuran, daging dan selada. Makanan siang itu diakhiri dengan dessert."
Setelah penghematan, menu makanan pagi hanya 2 butir telur untuk setiap tamu, keju, daging dingin dan daging kaleng, selai dan sebagainya. Makan malam terdiri atas sup, kroket, tiga jenis hidangan dan dessert. Pada makan siang tidak dilakukan pengurangan sebab khawatir para tamu merasa dirugikan.
***
USAHA perluasan dengan menambah kamar-kamar baru diadakan pada 1898. Sembilan tahun kemudian ditambah dengan sejumlah paviliun baru. Bagian depan yang besar dengan lobby yang luas dibangun pada tahun 1931. Sedang rumah asli yang tampak sebagai bangunan induk dalam foto-foto kuno pada pertukaran abad ini masih berdiri di bagian belakang, dikenal sebagai "rumah merah".
Sejak masa itu sampai tahun lima puluhan, Hotel des Indes merupakan hotel kelas satu yang tiada duanya dalam prestise dan kedudukannya di Jakarta. Setelah itu kedudukannya makin merosot. Apalagi ketika harus menampung golongan pegawai negeri yang tak mendapat perumahan di Ibu kota.
Kemerosotan itu makin parah setelah pengambilalihan. Hotel kelas satu itu seakan-akan menjadi suatu asrama besar. Dengan adanya Hotel Indonesia (tahun enam puluhan), namanya nyaris tak pernah disebut-sebut lagi.
Pada tahun 1971 bangunan Hotel des Indes yang sudah mencatat riwayat selama 115 tahun itu diratakan dengan bumi. Bersamaan dengan itu hilang pula satu babak sejarah. Ternyata pragmatisme lebih menang atas historisitas. Atau mungkinkah masyarakat sengaja ingin menghapus kenang-kenangan pada kolonialisme?
Begitulah riwayat Hotel Des Indes, hotel paling mewah se-Batavia kini Jakarta pada masanya.
Dapatkan berita terupdate dari Intisari-Online.com di Google News
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR