Pengembangan Baitul Hikmah oleh Khalifah al-Makmun menunjukkan perhatian yang besar dari penguasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Baitul Hikmah dibangun sebagai fasilitas bagi para ilmuwan agar mereka bisa berkembang dengan lebih baik.
Para ilmuwan ternama kemudian dipanggil untuk bekerja di tempat ini, di antaranya adalah Hunain bin Ishaq dan Tsabit ibn Qurrah.
Bahkan mereka mendapatkan fasilitas eksklusif dari penguasa.
Misalnya Hunain bin Ishaq yang mendapatkan gaji 500 dinar sebulan.
Selain itu dia juga mendapatkan emas untuk setiap buku yang diterjemahkan seberat buku yang diterjemahkan itu.
Sejak menjadi lembaga formal, Baitul Hikmah berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Baitul Hikmah, bukan lagi sekedar berfungsi sebagai biro penerjemahan, tetapi berkembang sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan.
Penerjemahan pun tidak hanya terbatas dari karya-karya berbahasa Yunani, tapi juga meluas ke buku-buku berbahasa Persia dan India.
Banyak ilmu pengetahuan dan ilmuan yang terlahir dan berkembang dari lembaga ini.
Seperti ahli kedokteran Ibnu Sina, ahli astronomi al-Battani, ahli matematika al-Khawarizmi.
Di samping itu Baitul Hikmah juga melahirkan para filosof muslim seperti al-Kindi, al-Farabi, hingga al-Ghazali.
Selain Baitul Hikmah tradisi keilmuan juga berkembang secara luas.
Tradisi keilmuan itu berkembang melalui berbagai perpustakaan pribadi yang banyak dimiliki dan
dikembangkan secara mandiri.
Bersumber dari tradisi literasi inilah berkembang beragam ilmu pengetahuan, baik ilmu umum seperti kedokteran, matematika, astronomi, kimia, seni, dan lain-lain, maupun ilmu agama, seperti ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu tafsir, maupun ilmu hadis.
Keberadaan Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia terus berkembang sampai beberapa penguasa berikutnya, yakni al-Muktasim (833 - 842 M) dan al-Watsiq (842-847 M).
Namun kejayaan Baitul Hikmah mulai meredup pada masa al-Mutawakil (847-861 M).
Berbeda dengan para pendahulunya yang memberikan perhatian besar terhadap penerjemahan buku dari Yunani, Khalifah al-Mutawakil mulai melakukan pembatasan-pembatasan.
Meskipun demikian Baitul Hikmah tetap bertahan sebagai pusat ilmu pengetahuan.
Sampai akhirnya Baitul Hikmah dihancurkan oleh tentara Mongol yang menaklukkan dan menguasai Baghdad pada tahun 1258 M.
Saat itu tentara Mongol hanya peduli dengan emas.
Semua hal selain emas mereka bumi hanguskan, termasuk Baitul Hikmah dan perpustakaan-perpustakaan yang tersebar di seantero Baghdad.
Begitulah perlakuan para penerjemah buku di masa Dinasti Bani Abbasiyah, semoga bermanfaat.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR