Intisari-Online.com -Film dokumenter 'Dirty Vote' menjadi viral sebelum Pemilu 2024.
Film ini mengungkap berbagai kecurangan yang diduga terjadi dalam pemilu.
Lalu, siapa Dandhy Dwi Laksono, pembuat film 'Dirty Vote' yang bikin gempar?
Dalam artikel ini, kami akan mengulas profil dan kisah Dandhy Dwi Laksono, yang juga pernah membuat film 'Sexy Killers'.
Anda akan mengetahui latar belakang, pengalaman, dan motivasi Dandhy Dwi Laksono dalam membuat film dokumenter yang kontroversial.
"Dirty Vote"
Nama Dandhy Dwi Laksono menjadi sorotan setelah film dokumenter "Dirty Vote", yang menggemparkan publik sebelum Pemilu 2024, dirilis.
Film dokumenter ini dipublikasikan di masa tenang, tiga hari sebelum Pemilu 2024, yang dijadwalkan pada Rabu (14/2/2024).
Film Dirty Vote dibuat oleh koalisi masyarakat sipil, yang menyoroti desain kecurangan pemilu dengan Dandhy Dwi Laksono sebagai sutradaranya.
Lalu, siapakah Dandhy Dwi Laksono?
Baca Juga: Tata Cara Pencoblosan pada Pemilu 2024, Jangan Lupa Dokumen Ini
Menurut Harian Kompas, 7 Januari 2014, Dandhy Dwi Laksono berasal dari Lumajang, Jawa Timur, dan lahir pada 29 Juni 1976.
Ia menyelesaikan pendidikannya di jurusan hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Bandung.
Pernah Jadi Jurnalis
Dandhy memiliki latar belakang di bidang jurnalis, baik media cetak, radio, maupun televisi.
Ia juga pernah membuat media perdamaian acehkita.com dan WatchdoC.
Namun, ia sering mengalami kendala dalam kariernya sebagai jurnalis.
Dandhy pernah "dikeluarkan" dari stasiun TV swasta tempatnya bekerja karena laporannya tentang korban darurat militer di Aceh menyinggung pihak yang berkuasa.
Padahal, rencana liputannya sudah disepakati rapat redaksi. Di stasiun televisi swasta berikutnya tempatnya bekerja setelah itu, ia diminta menghentikan liputan suatu kasus.
Sebetulnya, Dandhy sudah mulai bekerja sebagai jurnalis pada tahun 1998 di sebuah tabloid ekonomi.
Kala itu, ia dihadapkan pada pertentangan idealisme di industri media.
Hal serupa juga terjadi saat ia bergabung dengan sebuah stasiun radio swasta. Ia tak bisa lagi berpikir naif tentang notion "tugas mulia" jurnalisme.
Baca Juga: Gaji Panwaslu TPS Pemilu 2024, Ternyata Ada yang Gajinya Bulanan
"Metodologinya tak bermasalah, ontologinya yang bermasalah," kata Dandhy suatu pagi di kantornya, di ujung Jakarta Timur, seperti dilansir dari Kompas.com.
Jurnalisme model seperti itu terus ia jumpai sepanjang kariernya di media cetak, radio, dan televisi.
"Jadi saya tidak mulai di media yang ideal. Saya langsung bertemu yang buruk," ceritanya.
MendirikanWatchdoC
Pada tahun 2009, ia bersama temannya Andhy Panca Kurniawan, mantan Pemimpin Redaksi kantor Berita Radio Voice of Human Rights, mendirikan rumah audio-visual WatchdoC.
Hal itu didorong oleh keinginannya untuk mencari ruang dalam memberikan informasi yang juga mengandung pengetahuan.
"Semua kami mulai dari nol," kenang Dandhy.
"Kami tak pinjam bank karena tak ada jaminan, tak ada lagi gaji bulanan. Kami beli kamera dari hasil mengajar dan 'ngamen' (menjadi narasumber). Kami menolak investor karena dalam logika investor, pola relasi kuasanya sama saja." lanjutnya.
"Pernah tahun 2010 kami tidak bergaji sama sekali. Uang masuk untuk gaji karyawan, untung istri saya bekerja," papar Dandhy.
WatchdoC juga menjadi laboratorium pola relasi seimbang di news room dan niat berbagi saham dengan karyawan.
Demikianlah profil dan kisah Dandhy Dwi Laksono, pembuat film 'Dirty Vote' yang bikin gempar.
Bagaimana pendapat Anda tentang film 'Dirty Vote' dan Dandhy Dwi Laksono? Silakan berikan komentar Anda di bawah ini.
Baca Juga: Arti Satu Putaran Dalam Pemilu dan Bedanya dengan Dua Putaran