Krisis ini juga mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang turun drastis pada 1998.
Hal ini membuat biaya proyek Palapa Ring menjadi sangat mahal, karena sebagian besar komponen proyek harus diimpor dari luar negeri, terutama kabel laut.
Proyek ini sempat dihidupkan kembali pada tahun 2005.
Pada tahun 2007, proyek ini resmi dinamakan Palapa Ring, yang mengambil nama dari satelit Palapa, satelit komunikasi pertama milik Indonesia yang diluncurkan pada 1976.
Namun, proyek ini kembali terhambat oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun 2009, yang menyebabkan harga kabel laut melambung tinggi.
Pada tahun 2015, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, proyek Palapa Ring dimulai kembali dengan skema pembiayaan yang berbeda.
Skema pembiayaan ini melibatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta, di mana dana investasi pemerintah yang bersumber dari APBN hanya sebesar 20 persen dari nilai proyek, dan sisanya berasal dari investor swasta.
Proyek ini juga menggunakan kabel optik bawah laut produksi dalam negeri, yang lebih murah dan berkualitas.
Proyek ini akhirnya selesai pada 2019, dengan jangkauan infrastruktur jaringan di wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia.
Bagaimanakah Pengaruh Kondisi Ekonomi Terhadap Pembangunan Palapa Ring di Indonesia?
Dari sejarah Palapa Ring di Indonesia, kita bisa melihat bahwa kondisi ekonomi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan Palapa Ring di Indonesia.
Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Perkembangan Teknologi dan Aktivisme Digital
KOMENTAR