Intisari-Online.com -Salah satu perubahan kebijakan pemilihan umum yang paling signifikan di Indonesia adalah pemilihan langsung presiden dan wakil presiden yang mulai diterapkan pada 2004.
Perubahan ini tentu saja membawa dampak positif dan negatif bagi perekonomian, politik, dan sosial budaya di Indonesia.
Artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang dampak positif dan negatif perubahan kebijakan pemilihan umum yang dilakukan pada tahun 2004 tersebut.
Perubahan Kebijakan Pemilihan Umum pada 2004
Sebelum 2004, presiden dan wakil presiden Indonesia dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang merupakan lembaga tertinggi negara yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sistem ini dinilai kurang demokratis, karena tidak memberikan kesempatan kepada rakyat untuk langsung menentukan pemimpinnya.
Selain itu, sistem ini juga rentan terhadap praktik politik uang, korupsi, dan nepotisme.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah melakukan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diselaraskan dengan Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pemilihan Presiden, dan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR.
Revisi ini mengatur bahwa presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pemilihan umum langsung presiden dan wakil presiden pertama kali dilaksanakan pada 2004.
Tradapat lima pasangan calon yang bersaing, yaitu Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi, Wiranto dan Salahuddin Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo, serta Hamzah Haz dan Agum Gumelar.
Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Referendum Timor Timur pada 19 Oktober 1999
Pemilihan umum ini dilakukan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen pada putaran pertama.
Pada putaran kedua, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dengan perolehan suara 60,62 persen.
Dampak Positif Perubahan Kebijakan Pemilihan Umum
Perubahan kebijakan pemilihan umum yang mengadopsi sistem pemilihan langsung presiden dan wakil presiden memiliki beberapa dampak positif, antara lain:
- Meningkatkan legitimasi dan kredibilitas pemimpin negara, karena dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan oleh lembaga perwakilan yang dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
- Mendorong partisipasi politik dan kesadaran demokrasi rakyat, karena merasa memiliki hak dan tanggung jawab untuk menentukan nasib bangsa melalui pemilihan umum.
- Memperkuat sistem presidensial dan keseimbangan kekuasaan, karena presiden dan wakil presiden memiliki mandat yang kuat dari rakyat, sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan secara efektif dan efisien, tanpa harus bergantung pada dukungan parlemen.
- Mendorong terciptanya iklim kompetisi yang sehat dan transparan di antara calon-calon presiden dan wakil presiden, karena harus memperlihatkan visi, misi, program, dan rekam jejak mereka kepada publik, serta menjaga etika dan moral dalam berpolitik.
- Mendorong pertumbuhan ekonomi, karena meningkatnya konsumsi pemerintah dan masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum, seperti pembuatan alat peraga kampanye, penyediaan logistik pemilu, pemberian bantuan sosial, dan lain-lain.
Dampak Negatif Perubahan Kebijakan Pemilihan Umum
Di sisi lain, perubahan kebijakan pemilihan umum yang mengadopsi sistem pemilihan langsung presiden dan wakil presiden juga memiliki beberapa dampak negatif, antara lain:
Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Kebebasan Menyampaikan Aspirasi Politik
- Meningkatkan biaya politik, karena membutuhkan anggaran yang besar untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang melibatkan seluruh wilayah Indonesia, serta untuk membiayai kampanye dan sosialisasi calon-calon presiden dan wakil presiden.
- Meningkatkan potensi konflik dan kekerasan, karena adanya persaingan yang sengit dan polarisasi yang tajam di antara pendukung-pendukung calon-calon presiden dan wakil presiden, yang dapat menimbulkan gesekan, intimidasi, provokasi, dan bentrokan.
- Meningkatkan ketidakstabilan regulasi, karena adanya kemungkinan perubahan kebijakan yang signifikan setelah pergantian pemerintahan, yang dapat mempengaruhi rencana jangka panjang dan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan investor.
- Meningkatkan ketergantungan pada figur, karena adanya kecenderungan rakyat untuk memilih calon-calon presiden dan wakil presiden berdasarkan popularitas, karisma, dan citra, tanpa mempertimbangkan kualitas, kapabilitas, dan kinerja mereka.
- Meningkatkan kesenjangan sosial, karena adanya perbedaan akses dan kesempatan bagi rakyat untuk mendapatkan informasi dan pendidikan politik yang memadai, sehingga dapat dimanfaatkan oleh calon-calon presiden dan wakil presiden untuk melakukan politik uang, manipulasi, dan demagogi.
Dmeikian artikel yang membahas dampak positif dan negatif perubahan kebijakan pemilihan umum yang dilakukan pada tahun 2004 di Indonesia.
Semoga menambah wawasan Anda.
Baca Juga: Apa Saja Bencana Alam yang Terjadi pada Masa Reformasi dan Bagaimana Penanganannya?