Adanya kebiasaan menyertakan bekal kubur, berupa manik-manik atau senjata, juga berkembang kuat pada tradisi ini.
Pada beberapa tempat, tradisi megalitik juga melibatkan bentuk-bentuk seni tatah batu atau ukir batu, sehingga batu merupakan arca yang menunjukkan figur-figur tertentu.
Tradisi megalitik di Indonesia masih dapat ditemukan hingga zaman ini, baik dalam bentuk mendekati aslinya, seperti suku bangsa Nias, Batak (sebagian), Sumba, dan Toraja, maupun dalam bentuk akulturasi dengan lapisan budaya setelahnya, seperti suku bangsa Bali, Sunda (masih dipraktikkan oleh masyarakat Badui), dan Jawa.
Tradisi megalitik di Indonesia dapat dipertahankan hingga zaman ini karena beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor kepercayaan.
Tradisi megalitik berkaitan erat dengan kepercayaan akan kekuatan arwah nenek moyang, roh-roh alam, atau dewa-dewa yang dapat memengaruhi kehidupan manusia.
Dengan membuat bangunan-bangunan megalitik, masyarakat percaya bahwa mereka dapat menghormati, memuja, atau memohon perlindungan dari kekuatan-kekuatan tersebut.
Tradisi megalitik juga menjadi sarana untuk menghubungkan dunia nyata dengan dunia gaib, serta untuk mengatur hubungan sosial antara manusia.
Tradisi megalitik menjadi bagian dari identitas dan nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun.
2. Faktor sosial.
Tradisi megalitik juga berkaitan dengan struktur sosial masyarakat yang mendukungnya.
Bangunan-bangunan megalitik biasanya berkaitan dengan usaha para ketua adat, pemimpin, atau tokoh masyarakat untuk menjaga harkat dan martabat mereka.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR