Apa Makna Tembuni yang Dikenal dalam Masyarakat Sunda saat Kelahiran?

Ade S

Editor

Ilustrasi. Tembuni adalah plasenta bayi yang dianggap sebagai saudara oleh masyarakat Sunda. Apa makna tembuni yang dikenal dalam masyarakat Sunda saat kelahiran?
Ilustrasi. Tembuni adalah plasenta bayi yang dianggap sebagai saudara oleh masyarakat Sunda. Apa makna tembuni yang dikenal dalam masyarakat Sunda saat kelahiran?

Intisari-Online.com -Bayi yang baru lahir membawa kebahagiaan bagi orang tua dan keluarga. Namun, ada sesuatu yang tidak boleh dilupakan, yaitu tembuni.

Apakah Anda tahu apa itu tembuni? Apa makna tembuni yang dikenal dalam masyarakat Sunda saat kelahiran?

Tembuni adalah plasenta bayi yang dianggap sebagai saudara oleh masyarakat Sunda.

Tembuni tidak bisa dibuang sembarangan, melainkan harus diurus dengan cara yang khusus.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang tradisi tembuni dan maknanya bagi masyarakat Sunda.

Tradisi Tembuni dalam Adat Sunda

Salah satu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Sunda saat menyambut kelahiran bayi adalah upacara memelihara tembuni.

Melansir Gramedia.com, tembuni adalah plasenta bayi atau yang sering disebut juga dengan ari-ari.

Masyarakat Sunda percaya bahwa tembuni adalah saudara dari bayi, sehingga tidak bisa dibuang begitu saja dan harus diurus dengan cara yang khusus saat mengubur atau menghanyutkannya.

Setelah bayi lahir, tembuni dibersihkan dan dimasukkan ke dalam pendil atau kendi yang sudah diberi bumbu-bumbu seperti garam, asam, dan gula merah.

Baca Juga: Bagaimana Mengenali Tradisi dan Kearifan Masyarakat di Negara-negara Lain?

Kemudian, pendil ditutup dengan kain putih dan diberi lubang kecil dengan bambu agar tetap mendapat udara.

Paraji (dukun bersalin) akan membawa dan menaungi pendil sampai dikubur di halaman rumah atau dihanyutkan ke sungai sesuai dengan adat.

Saat mengubur tembuni, paraji juga akan membaca doa untuk meminta keselamatan.

Di sekitar kuburan tembuni, akan ada pelita atau lampu yang tetap menyala sampai tali pusat bayi terputus dari perutnya.

5 Tradisi Kelahiran Lain dalam Adat Sunda

Ada 5 tradisi kelahiran lain yang dilakukan oleh masyarakat Sunda selain tradisi tembuni, yaitu:

1. Upacara Nenjrag Bumi

Upacara nenjrag bumi adalah adat menumbuk alu, atau batang kayu yang tebal ke bumi. Ritual ini bertujuan agar bayi nantinya menjadi berani, tidak gampang takut dan kaget.

Ada dua pilihan yang bisa dilakukan, yaitu menumbuk alu tujuh kali ke bumi dekat bayi atau membaringkan bayi di atas pelupuh (lantai bambu yang dipotong-potong), dan diteruskan dengan sang ibu yang menginjak-injak pelupuh dekat bayi.

2. Upacara Puput Puseur

Upacara puput puseur dimulai dengan memotong tali pusar bayi.

Baca Juga: Apa yang Dilakukan Jika Menemukan Masyarakat yang Memiliki Pandangan atau Sikap yang Tidak Sama dengan Adat atau Tradisi Kita?

Setelah putus, sang ibu atau indung akan menaruh tali pusar ke dalam kanjut kundang atau tas kain dan menutupnya dengan bungkus kasa yang berisi uang logam dan mengikatnya di perut bayi, maksudnya agar pusar tidak menonjol keluar.

Upacara ini dilakukan bersamaan dengan memberi nama, membaca doa selamat, dan membagikan bubur merah dan bubur putih ke warga sekitar.

3. Upacara Ekahan

Mungkin kamu sudah familiar dengan upacara adat Ekahan atau aqiqah.

Upacara ini dilakukan untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan sebagai tanda rasa syukur telah diberi buah hati.

Pada pelaksanaannya, upacara ini biasanya dilakukan setelah bayi berumur 7 hari, 14 hari, atau 21 hari.

Orang tua sang anak harus menyediakan domba atau kambing untuk kemudian disembelih dengan ketentuan dua ekor domba jika anak laki-laki dan seekor domba jika anak perempuan.

Prosesi penyembelihan ini juga disertai dengan pembacaan doa selamat dan harapan agar kelak anak tersebut menjadi orang saleh yang dapat membantu orang tuanya di akhirat.

Setelah penyembelihan, daging akan dimasak dan dibagikan.

4. Upacara nurunkeun

Upacara nurunkeun adalah upacara memperkenalkan bayi pada lingkungan sekitarnya.

Baca Juga: Bagaimana Cara Menumbuhkan Sikap Hormat Terhadap Tradisi atau Budaya Masyarakat di Indonesia?

Paraji akan membawa bayi ke halaman rumah untuk pertama kalinya sekaligus memberitahu tetangga bahwa bayi sudah bisa dibawa ke luar rumah atau diajak jalan-jalan.

Upacara ini juga dilakukan pada hari ketujuh setelah upacara puput puseur.

Selain itu, tuan rumah juga akan menyediakan berbagai makanan.

Makanan ringan dan buah-buahan akan dibungkus dan digantung di bambu melintang, sementara makanan berat diletakkan di bawahnya.

Di bambu yang sama, dibuat juga ayunan kain untuk menimang bayi sambil paraji membacakan doa.

Setelah prosesi selesai, tuan rumah akan mengajak tamu menikmati makanan yang tersedia dan makanan ringan yang digantung juga dibagikan ke tamu anak-anak.

5. Upacara Cukuran

Mencukur rambut bayi dilakukan saat bayi berusia 40 hari untuk membersihkan atau menyucikan rambut dari kotoran.

Sang bayi akan diletakkan di tengah-tengah para tamu, kemudian disediakan juga wadah berisi air kembang dan gunting yang digantung perhiasan emas, seperti kalung, cincin dan gelang.

Sambil para tamu bersholawat dan berdoa, beberapa dari mereka juga akan menggunting sedikit rambut bayi.

Jadi, apa makna tembuni yang dikenal dalam masyarakat Sunda saat kelahiran? Tembuni adalah simbol dari kehidupan, keselamatan, dan kesejahteraan bayi.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang budaya Sunda.

Baca Juga: Begini Awal Mula Tradisi Pembuatan Resolusi Pada Malam Tahun Baru

Artikel Terkait