Intisari-online.com - Pada tanggal 15 Januari 2024, kita memperingati 50 tahun peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974), salah satu aksi protes terbesar yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
Peristiwa ini dipicu oleh ketidakpuasan para aktivis dan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang pro-modal asing, khususnya dari Jepang, yang dianggap sebagai bentuk imperialisme baru.
Peristiwa ini juga menunjukkan adanya konflik kepentingan antara para jenderal yang berpengaruh di lingkaran kekuasaan Soeharto.
Latar Belakang Peristiwa Malari
Peristiwa Malari terjadi pada saat kunjungan Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei, ke Jakarta pada 14-17 Januari 1974.
Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya Jepang untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan politik dengan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Namun, kunjungan ini juga menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan mahasiswa dan aktivis, yang menilai bahwa Jepang telah melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia melalui investasi, korporasi, dan produk-produknya.
Mereka juga menuntut agar pemerintah Indonesia lebih mengutamakan kepentingan nasional dan rakyat daripada kepentingan asing.
Selain itu, peristiwa Malari juga dipengaruhi oleh situasi politik dan sosial yang memanas pada saat itu.
Sejak Orde Baru berkuasa pada 1966, Soeharto telah membangun sistem pemerintahan yang otoriter, represif, dan korup.
Dia juga mengandalkan dukungan dari para jenderal yang memiliki kekuasaan dan pengaruh di berbagai bidang, seperti militer, intelijen, politik, dan ekonomi.
Namun, di antara para jenderal ini, terdapat pula persaingan dan konflik yang terkadang bersifat personal maupun ideologis.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR