Berdasarkan mitologi Jawa, cakra sering digambarkan digenggam Dewa Wisnu pada inkarnasinya yang ketujuh sebagai penguasa dunia.
”Sesuai mitologi Jawa, tongkat tersebut dikaitkan dengan kedatangan Sang Ratu Adil atau Erucakra,” kata Peter.
Diponegoro kemudian menganggap perjuangannya sebagai perang suci untuk mengembalikan tatanan moral ilahi demi terjaminnya kesejahteraan rakyat Jawa.
Perang juga dianggap sebagai pemulihan keseimbangan masyarakat.
”Panji pertempuran Diponegoro menggunakan simbol cakra dengan panah yang menyilang,” kata Peter.
Kurator dari Rijks Museum Belanda, Harm Stevens, juga meneliti tongkat itu selama beberapa bulan terakhir.
”Saya telah mencocokkan dengan petunjuk-petunjuk yang ada. Benar kalau tongkat itu milik Pangeran Diponegoro,” katanya.
Tak hanya tongkat Pangeran Diponeogor, dalam pameran tersebut juga ada benda-benda bersejarah Pangeran Diponegoro yang lain.
Sebut saja tombak Rondhan dan pelana kuda, yang sebelumnya juga berada di Belanda.
Artefak-artefak itu diperoleh ketika pasukan gerak cepat Hindia Belanda, yang dipimpin Mayor AV Michiels, menyergap Diponegoro pada 11 November 1829.
Dalam sergapan itu, Diponegoro berhasil meloloskan diri.
Tapi tombak Rondhan, peti pakaian, kuda, dan barang berharga lain tidak dibawa serta.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR