31 Desember 1999, Ketika Gus Dur Rayakan Tahun Baru Di Jayapura Sekaligus Kembalikan Nama Papua Gantikan Irian Jaya

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Gus Dur punya jasa yang begitu besar bagi rakyat Papua. Pada 31 Desember 1999, Gus Dur sempatkan tahun baru di Jayapura dan mengembalikan nama Papua menggantikan Irian Jaya.
Gus Dur punya jasa yang begitu besar bagi rakyat Papua. Pada 31 Desember 1999, Gus Dur sempatkan tahun baru di Jayapura dan mengembalikan nama Papua menggantikan Irian Jaya.

Intisari-Online.com -31 Desember 1999 menjadi peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Papua.

Di tanggal itu, Presiden Indonesia saat itu, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur merayakan tahun baru di Jayapura.

Tak hanya itu, di momen itulah Gus Dur juga mengembalikan nama Papua menggantikan nama Irian Jaya yang diberikan oleh pemerintahan Presiden Soeharto.

Nama Papua disebutkan dalam Manifest yang dicetuskan Komite Nasional Papua yang menyatakan, "Nama tanah kami menjadi PAPOEA BARAT dan nama bangsa kami menjadi PAPOEA."

Manifest tersebut ditulis dalam sebuah harian "Pengantara" pada 21 Oktober 1961.

Tak hanya itu, Gus Dur juga dianggap sebagai sosok yang bisa mengatasi akar persoalan di Papua.

Sebuah buku berjudul Papua Road Map terbit pada 2008 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Di situ,LIPI menyebut persoalan marjinalisasi, diskriminasi dan pelanggaran HAM sebagai bagian dari banyak isu utama di Papua.

Marjinalisasi dan diskriminasi dialami orang asli Papua, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial-budaya.

Sedangkan, sampai hari ini belum ada masalah pelanggaran HAM yang diselesaikan secara adil, termasuk juga belum berhasil diputusnya siklus kekerasan di Papua yang dilakukan negara.

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebenarnya memiliki warisan dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

Gus Dur selalu mengedepankan dialog dalam menangani masalah di sana.

Ia berharap, pendekatan dialog juga diterapkan oleh pemerintah saat ini dalam menangani situasi setelah aksi unjuk rasa.

"Teladan ini perlu dicontoh sehingga warga Papua tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif, didengar aspirasinya, serta dihargai martabat kemanusiaannya," ujar Alissa melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2019).

Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan teladan tentang kepedulian akan situasi di Papua.

Ia selalu mengedepankan dialog dengan melibatkan kepala suku dan tokoh agama dengan prinsip partisipatif, tanpa kekerasan dan mengutamakan keadilan.

Ia mencontohkan langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan mengizinkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebangaan dan identitas kultural masyarakat Papua.

Upaya tersebut merupakan bagian dari pendekatan dialog yang dilakukan oleh Gus Dur.

"Gus Dur selalu mengedepankan dialog dan pelibatan tokoh-tokoh non-formal, misalnya kepala suku dan pemimpin agama dengan prinsip partisipatif, non-kekerasan, dan adil," kata Alissa.

Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia.

Oleh sebab itu, keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang.

Dialog yang Setara

Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid itu pun menegaskan bahwa masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama warga negara Indonesia.

Ia mengatakan, penyelesaian segala perbedaan harus dilakukan berdasar kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan.

"Masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama anak bangsa Indonesia yang mempunyai hak yang sama dan setara," tutur dia.

Peneliti LIPI Adriana Elisabeth sependapat.

Ia menyarankan pemerintah membuka dialog yang selama ini tidak pernah dibicarakan bersama masyarakat Papua.

Dialog dapat menjadi alat untuk mempertahankan suasana tetap damai.

"Jadi untuk jangka panjangnya, berdialoglah tentang apa yang selama ini menjadi ketidaksukaan Papua, atau ketidaksukaan non-Papua kepada Papua. Itu kan harus dibicarakan," ujar Adriana.

Tidak dipungkiri, kerusuhan di Manokwari merupakan buntut aksi protes dari persekusi dan diskriminasi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Oleh karena itu, Andriana mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati dalam menyampaikan label Identitas.

Baca Juga: KKB Papua Kembali Bikin Ulah, 1 Anggota Polri Ditemukan Sudah Tak Bernyawa 1 Lagi Selamat Setelah Sembunyi di Semak-semak

"Karena isu soal identitas itu sangat sensitif apapun agama, suku dan sebagainya, itu dan ini masih masuk dalam pesan intoleransi."

"Jadi hati-hati kalau tidak dikelola dengan baik, orang akan mudah marah dan mudah tersinggung," kata dia.

Pada Rabu (21/8/2019) terbetik kabar aksi demo akibat kecewa terhadap insiden yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang beberapa waktu lalu yang berujung rusuh meluas di sejumlah wilayah di Papua Barat.

Awalnya aksi berlangsung tertib di Mimika, Papua Barat, Rabu (21/8/2019).

Namun beberapa saat kemudian, massa menjadi beringas.

Massa mulai melempari aparat polisi dan TNI yang mengawal aksi.

Massa juga merusak mobil polisi dan pemadam kebakaran. Bahkan, terlihat seorang petugas kepolisian terluka akibat lemparan batu.

Hingga kini, kerusuhan masih berlangsung di Mimika.

Berdasarkan pantauan jurnalis Kompas.com, Isrul, di lapangan, ribuan demonstran yang berunjuk rasa di halaman gedung DPRD Mimika merusak berbagai fasilitas umum, antara lain gedung DPRD Mimika, bangunan di sekitar gedung DPRD hingga mobil yang berada di jalan.

"Selain itu, massa juga memblokade jalan Cendrawasih," kata Isrul via sambungan telepon. Kerusuhan bermula saat massa menggelar unjuk rasa memprotes dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Aksi demo di Fakfak diwarnai pembakaran Pasar Tambaruni dan Kantor Dewan Adat.

Sementara sejumlah jalan raya diblokade.

Sejumlah kios tutup sehingga pusat perekonomian terhenti.

Bahkan, menurut kesesaksian seorang warga, massa sempat mengibarkan bendera Bintang Kejora di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Pihak kepolisian setempat mengerahkan personel Brimob untuk memulihkan keamanan di wilayah tersebut.

Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Mathias Krey mengatakan, saat ini Kapolres Fakfak bersama aparat TNI dan Polri sudah berada di lokasi guna mengamankan massa.

"Mudah-mudahan situasi di Fak fak segera kondusif seperti halnya di Manokwari dan Sorong," kata AKBP Krey seperti dikutip dari antaranews.com, Rabu (21/8/2019).

Krey mengatakan, dari laporan terakhir, kondisi di Fakfak masih terkendali dan berharap masyarakat dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkistis.

Menurut Krey, Kepolisian Daerah Papua Barat akan mengirim personel Brimob ke Fakfak dari Makassar yang jumlahnya sekitar 100 personel.

"Memang kami sudah minta bantuan dan akan segara dikirim personel Brimob dari Makassar," kata dia.

Artikel Terkait