Setelah letusan purba, Gunung Krakatau tidak menunjukkan aktivitas vulkanik yang signifikan hingga abad ke-17.
Pada tahun 1680, gunung ini meletus dan menghasilkan lava andesitik asam.
Kemudian, pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan, salah satu puncak di Kepulauan Krakatau, mengeluarkan lava meskipun tidak meletus.
Namun, pada tahun 1883, gunung ini kembali menunjukkan tanda-tanda erupsi.
Pada 20 Mei 1883, terjadi ledakan kecil di Gunung Perbuwatan yang meniupkan abu vulkanik hingga ketinggian 6 km.
Suara letusan ini terdengar hingga ke Batavia (sekarang Jakarta), yang berjarak 160 km dari Krakatau.
Aktivitas vulkanik ini berlanjut hingga Juni, dan menyebabkan munculnya dua ventilasi baru di antara Perbuwatan dan Danan, dua puncak lainnya di Kepulauan Krakatau.
Pada 11 Agustus 1883, Kapten H. J. G. Ferzenaar, seorang ahli topografi Belanda, menyelidiki pulau dan melaporkan adanya tiga gunung berapi yang aktif, yaitu Perbuwatan, Danan, dan Rakata.
Ia juga mencatat adanya batu apung yang mengapung di sekitar pulau, dan air pasang yang sangat tinggi.
Namun, ia tidak menyangka bahwa letusan besar akan segera terjadi.
Pada 26 Agustus 1883, letusan Krakatau mencapai puncaknya. Mulai pukul 13.00, terjadi empat letusan besar yang terjadi dalam rentang waktu 5 jam.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR