Mengungkap Sejarah Kapan Letusan Gunung Krakatau Terjadi Hingga Membelah Nusantara

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Kapan letusan gunung krakatau terjadi.
Ilustrasi - Kapan letusan gunung krakatau terjadi.

Intisari-online.com - Gunung Krakatau adalah salah satu gunung berapi paling terkenal di dunia karena letusannya yang dahsyat dan mematikan pada tahun 1883.

Namun, sejarah letusan gunung ini tidak hanya terbatas pada peristiwa tersebut.

Ada beberapa fase dan kronologi erupsi yang terjadi sebelum dan sesudah letusan 1883, yang membentuk pulau-pulau di sekitarnya dan memengaruhi iklim global.

Krakatau Purba: Letusan Pertama yang Membelah Jawa dan Sumatera

Sejarah letusan Gunung Krakatau dimulai dari zaman purba, ketika gunung ini masih bernama Gunung Batuwara.

Menurut naskah Jawa kuno, Pustaka Raja Parwa, gunung ini meletus hebat pada abad ke-5 Masehi dan menyebabkan tsunami besar yang membelah Pulau Jawa dan Sumatera.

Letusan ini juga menggelapkan dunia selama beberapa hari dan menimbulkan gempa bumi yang menakutkan.

Sayangnya, tidak ada catatan ilmiah yang bisa memastikan kapan tepatnya letusan ini terjadi.

Namun, beberapa ahli geologi memperkirakan bahwa letusan ini terjadi sekitar tahun 416 Masehi, dengan indeks letusan vulkanik (VEI) sekitar 6.

Letusan ini juga diyakini telah membentuk kaldera raksasa di bawah laut, yang kemudian menjadi tempat tumbuhnya gunung-gunung baru.

Krakatau: Letusan Kedua yang Mengguncang Dunia

Baca Juga: Peristiwa Meletusnya Gunung Krakatau, Sang Pembelah Pulau Jawa dan Sumatera

Setelah letusan purba, Gunung Krakatau tidak menunjukkan aktivitas vulkanik yang signifikan hingga abad ke-17.

Pada tahun 1680, gunung ini meletus dan menghasilkan lava andesitik asam.

Kemudian, pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan, salah satu puncak di Kepulauan Krakatau, mengeluarkan lava meskipun tidak meletus.

Namun, pada tahun 1883, gunung ini kembali menunjukkan tanda-tanda erupsi.

Pada 20 Mei 1883, terjadi ledakan kecil di Gunung Perbuwatan yang meniupkan abu vulkanik hingga ketinggian 6 km.

Suara letusan ini terdengar hingga ke Batavia (sekarang Jakarta), yang berjarak 160 km dari Krakatau.

Aktivitas vulkanik ini berlanjut hingga Juni, dan menyebabkan munculnya dua ventilasi baru di antara Perbuwatan dan Danan, dua puncak lainnya di Kepulauan Krakatau.

Pada 11 Agustus 1883, Kapten H. J. G. Ferzenaar, seorang ahli topografi Belanda, menyelidiki pulau dan melaporkan adanya tiga gunung berapi yang aktif, yaitu Perbuwatan, Danan, dan Rakata.

Ia juga mencatat adanya batu apung yang mengapung di sekitar pulau, dan air pasang yang sangat tinggi.

Namun, ia tidak menyangka bahwa letusan besar akan segera terjadi.

Pada 26 Agustus 1883, letusan Krakatau mencapai puncaknya. Mulai pukul 13.00, terjadi empat letusan besar yang terjadi dalam rentang waktu 5 jam.

Baca Juga: Letusannya Bisa Bikin Dunia Ketar-ketir, Gunung Krakatau Mendadak Keluarkan Aktivitas Berada di Level Siaga Tiga, Ini yang Sudah Terjadi Sejauh Ini

Letusan terakhir, yang terjadi pada pukul 18.02, adalah yang paling dahsyat dan terdengar hingga 4.900 km jauhnya.

Letusan ini melontarkan 20 km kubik batuan panas ke udara, dan meruntuhkan dua pertiga bagian Krakatau.

Letusan ini juga menimbulkan gelombang tsunami setinggi 36 meter yang menewaskan sekitar 36.000 orang di pesisir Jawa dan Sumatera.

Letusan Krakatau 1883 adalah salah satu letusan gunung api paling mematikan dan paling merusak dalam sejarah.

Letusan ini memiliki VEI 6, dan melepaskan energi setara dengan 200 megaton TNT.

Kemudian letusan ini juga memengaruhi iklim global, karena abu vulkanik yang dilepaskan ke atmosfer menyebabkan penurunan suhu rata-rata dunia sebesar 1,2 °C selama 5 tahun.

Bahkan letusan ini juga menyebabkan fenomena alam yang spektakuler, seperti langit merah yang terlihat di seluruh dunia, dan suara dentuman yang terdengar hingga 4 bulan kemudian.

Anak Krakatau: Letusan Ketiga yang Masih Berlangsung

Setelah letusan 1883, Kepulauan Krakatau hanya menyisakan tiga pulau kecil, yaitu Pulau Rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang.

Namun, aktivitas vulkanik di kawasan ini tidak berhenti.

Pada tahun 1927, muncul sebuah gunung berapi baru di tengah kaldera Krakatau, yang kemudian diberi nama Anak Krakatau.

Baca Juga: Cerita Legenda Munculnya Gunung Krakatau dan Asal-usul Selat Sunda, dari Guci yang Ditinggalkan Seorang Raja di Tengah-tengah Pulau Jawa dan Sumatera

Gunung ini terus tumbuh dan meletus hingga kini, meskipun dengan intensitas yang lebih rendah.

Anak Krakatau memiliki ketinggian maksimal 338 meter, dan terdiri dari lava basaltik yang lebih cair dan mudah mengalir.

Gunung ini meletus secara strombolian, yaitu dengan melemparkan batu-batu pijar dan lava ke udara.

Letusan Anak Krakatau biasanya tidak berbahaya, kecuali jika menyebabkan longsoran atau tsunami.

Salah satu letusan Anak Krakatau yang berdampak besar adalah yang terjadi pada 22 Desember 2018.

Letusan ini menyebabkan longsoran bawah laut yang memicu tsunami di Selat Sunda, yang menewaskan lebih dari 400 orang.

Letusan ini juga mengurangi ketinggian Anak Krakatau menjadi 110 meter, dan meninggalkan kawah besar di sisi baratnya.

Anak Krakatau adalah bukti bahwa Gunung Krakatau masih hidup dan aktif.

Gunung ini juga menjadi objek penelitian dan wisata yang menarik, karena menawarkan pemandangan alam yang indah dan menegangkan.

Namun, bagi masyarakat di sekitarnya, gunung ini juga menjadi ancaman yang harus diwaspadai, karena sewaktu-waktu bisa meletus dan menimbulkan bencana.

Gunung Krakatau adalah gunung berapi yang memiliki sejarah letusan yang panjang dan dramatis.

Letusan pertamanya terjadi pada abad ke-5 Masehi, dan membentuk kaldera raksasa di bawah laut.

Letusan keduanya terjadi pada tahun 1883, dan mengguncang dunia dengan kekuatan dan dampaknya.

Kemudian letusan ketiganya terjadi hingga kini, dalam bentuk Anak Krakatau yang masih tumbuh dan meletus.

Gunung Krakatau adalah saksi bisu dari perubahan alam dan sejarah di Indonesia, dan juga dunia.

Itulah sejarah kapan letusan gunung krakatau terjadi, bagaimana menurut Anda.

Artikel Terkait