Pada waktu itu, Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Pemerintah Indonesia membangun berbagai fasilitas di Pulau Galang.
Fasilitas yang dibangun, antara lain barak pengungsian, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah. Fasilitas-fasilitas itu dipergunakan oleh para pengungsi dari Vietnam.
Barak pengungsian terbagi menjadi enam zona. Tiap-tiap zona dapat menampung sekitar 2.000-3.000 jiwa.
Tempat ibadah di pulau ini adalah Vihara Quan Am Tu, Gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem, gereja protestan, dan mushala.
Di dalam Vihara Quan Am Tu terdapat tiga patung, salah satunya Dewi Guang Shi Pu Sha. Menurut cerita, dewi ini dapat memberikan jodoh, keberuntungan, keharmonisan dalam rumah tangga, dan banyak hal lainnya.
Selain itu, dibangun juga penjara untuk pengungsi yang melakukan tindak kriminal.
Di Pulau Galang juga dibangun pemakaman bernama Ngha Trang Grave. Sekurang-kurangnya 503 pengungsi Vietnam dikuburkan di tempat ini.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (5/3/2020), program kamp pengungsian Vietnam berakhir pada 3 September 1996.
Pada Maret 2020, dikabarkan dari situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemerintah Indonesia mengoperasikan Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) untuk pasien yang terjangkit virus SARS-CoV2 (Covid-19) di Pulau Galang.
Rumah sakit ini khususnya merawat Pekerja Migran Indonesia dari negara tetangga, antara lain Singapura dan Malaysia.
Hingga Mei 2022, rumah sakit tersebut telah merawat lebih dari 21.000 pasien.
Itulah sejarah pengungsi Vietnam di Pulau Galang yang penuh dengan liku-liku. Pulau ini menjadi saksi bisu dari perjuangan dan harapan orang-orang Vietnam yang mencari kehidupan yang lebih baik.
KOMENTAR