Karena Ratu Tulangayu tak kunjung hamil, Raden Mas Jolang lalu menikah lagi.
Kali ini dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa.
Dari perkawinan ini lahirlah Raden Mas Jatmika pada tahun 1593.
Ketika Pangeran Hanyakrawati sudah naik takhta sebagai raja Mataram, Ratu Tulungayu baru melahirkan Raden Mas Wuryah pada tahun 1605.
Namun, sayangnya Raden Mas Wuryah tumbuh menjadi penderita tuna grahita karena perkembangan syarafnya kurang baik.
Ia tidak memiliki kemampuan intelektual dan adaptasi sosial yang normal.
Dia juga tidak dapat belajar keterampilan sekolah atau bekerja secara mandiri.
Pada tahun 1613, Pangeran Hanyakrawati meninggal dunia akibat sakit saat berburu di hutan Krapyak.
Ia sempat berwasiat agar takhta Mataram diserahkan kepada Raden Mas Jatmika, yang dianggap lebih layak memimpin Mataram karena memiliki kecerdasan dan kharisma yang tinggi.
Tapi karena Raden Mas Jolang pernah berjanji pada Ratu Tulungayu, maka Raden Mas Wuryah harus dijadikan raja walau cuma satu hari.
Raden Mas Wuryah pun naik takhta dengan gelar Pangeran Martapura dan memerintah selama satu hari.
Kemudian takhtanya digantikan oleh Sultan Agung.
Tidak banyak yang diketahui tentang nasib Raden Martapura setelah dia turun takhta.
Yang jelas, dia hidup dalam perlindungan dan pengawasan keluarga dan kerabatnya.
Barangkali dia juga tidak ingat pernah menjadi raja Mataram selama sehari.
Begitulah cerita sedih Raden Martapura, rela memberikan takhta kerajaan Mataram kepada sang kakak, walau sebenarnya dia adalah pewaris sah takhta Mataram Islam.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR