Cerita Sedih Raden Martapura, Penurus Sah Raja Yang Relakan Takhta Mataram Kepada Sang Kakak, Berkuasa Cuma Sehari

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Nasib pilu Raden Martapura, penerus sah takhta Mataram Islam yang merelakannya untuk sang kakak, Sultan Agung. Sempat sehari jadi raja.
Nasib pilu Raden Martapura, penerus sah takhta Mataram Islam yang merelakannya untuk sang kakak, Sultan Agung. Sempat sehari jadi raja.

Intisari-Online.com -Tak banyak yang tahu, ternyata ada raja Mataram Islam yang pernah menjabat cuma satu hari.

Dialah Raden Martapura, lahir sebagai Raden Mas Wuryah.

Dia adalah putra Raden Mas Jolang atau Pangeran Anyakrawati dengan Ratu Tulangayu dari Ponorogo.

Raden Martapura adalah adik dari Raden Mas Jatmika yang kelak lebih dikenal sebagai Sultan Agung.

Raden Martapura lahir pada 1605 di Kotagede, ibu kota Mataram pertama.

Tapi sayang, Raden Martapura lahir dalam kondisi tuna grahita di mana sarafnya berkembang dengan kurang baik.

Tapi Raden Mas Jolang sudah terlanjur berjanji kepada istrinya, maka Raden Martapura tetap diangkat sebagai Raja Mataram Islam walau cuma sehari.

Raden Martapura memiliki nama asli Raden Mas Wuryah.

Dia lahir pada 1605 dari istri Pangeran Hanyakrawati yang bernama Ratu Tulungayu, yang berasal dari Ponorogo.

Ratu Tulungayu adalah garwa padmi atau istri utama dari Pangeran Hanyakrawati, yang sebelumnya tidak juga dikaruniai anak.

Sebelum menjadi raja, Raden Mas Jolang pernah berjanji kepada Ratu Tulangayu bahwa kelak anaknya akan diangkat sebagai Adipati Anom (Putra Mahkota).

Raden Mas Jolang kemudian menjadi raja Mataram kedua pada 1601 menggantikan sang ayah, Panembahan Senopati.

Karena Ratu Tulangayu tak kunjung hamil, Raden Mas Jolang lalu menikah lagi.

Kali ini dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa.

Dari perkawinan ini lahirlah Raden Mas Jatmika pada tahun 1593.

Ketika Pangeran Hanyakrawati sudah naik takhta sebagai raja Mataram, Ratu Tulungayu baru melahirkan Raden Mas Wuryah pada tahun 1605.

Namun, sayangnya Raden Mas Wuryah tumbuh menjadi penderita tuna grahita karena perkembangan syarafnya kurang baik.

Ia tidak memiliki kemampuan intelektual dan adaptasi sosial yang normal.

Dia juga tidak dapat belajar keterampilan sekolah atau bekerja secara mandiri.

Pada tahun 1613, Pangeran Hanyakrawati meninggal dunia akibat sakit saat berburu di hutan Krapyak.

Ia sempat berwasiat agar takhta Mataram diserahkan kepada Raden Mas Jatmika, yang dianggap lebih layak memimpin Mataram karena memiliki kecerdasan dan kharisma yang tinggi.

Tapi karena Raden Mas Jolang pernah berjanji pada Ratu Tulungayu, maka Raden Mas Wuryah harus dijadikan raja walau cuma satu hari.

Raden Mas Wuryah pun naik takhta dengan gelar Pangeran Martapura dan memerintah selama satu hari.

Kemudian takhtanya digantikan oleh Sultan Agung.

Tidak banyak yang diketahui tentang nasib Raden Martapura setelah dia turun takhta.

Yang jelas, dia hidup dalam perlindungan dan pengawasan keluarga dan kerabatnya.

Barangkali dia juga tidak ingatpernah menjadi raja Mataram selama sehari.

Begitulah cerita sedih Raden Martapura, rela memberikan takhta kerajaan Mataram kepada sang kakak, walau sebenarnya dia adalah pewaris sah takhta Mataram Islam.

Artikel Terkait