Intisari-Online.com -Salah satu episode terburuk yang pernah dialami oleh Mataram Islam adalah ketika kalah dari Pasukan Trunojoyo.
Ketika itu raja Mataram adalah Amangkurat I.
Dalam sebuah penyerbuan yang sengit, Trunojoyo berhasil menguasai Keraton Plered, ibu kota Mataram ketika itu.
Penyerbuan itu juga membuat Amangkurat I melarikan diri ke arah Barat, ke arah Tegal.
Yang kemudian menjadi pertanyaan, bagaimana kondisi Keraton Plered setelah Amangkurat I melarikan diri?
Amangkurat I meninggalkan Keraton Plered sekitar 28 Juni 1677.
Selain ditemani oleh beberapa orang kepercayaan, termasuk Sang Putra Mahkota, Amangkurat I membawa serta semua pusakanya kecuali yang berat-berat.
Dari yang berat-berat itu salah satunya adalah Kiai Setomi, yang merupakan sebuah meriam.
Tak hanya itu, Amangkurat I juga harus meninggalkan kekayaan senilai 350 ribu ringgit.
Tak lama berselang, pasukan Trunojoyo memasuki keraton dan membumihanguskan rumah-rumah yang ada di sekitar keraton.
Yang tersisa: keraton, masjid agung, istana Pangeran Purboyo, istana Pangeran Sampang, istana Pangeran Cirebon, dan istana Pangera Aryo Panular.
Begitu tulis HJ De Graaf dalam buku Runtuhnya Istana Mataram.
Perwira-perwira yang ada di barisan Trunojoyo lalu menjarah Keraton Plered.
Ada yang membawa para wanita cantik, ada yang mengambil harta kekayaan, dan lain sebagainya.
Meriam-meriam yang berat dan para wanita yang sudah sepuh ditinggalkan mereka.
Masih menurut catatan De Graaf, saat itu Mataram punya sekitar 10 meriam besar dengan 20 ribuan prajurit.
Tapi sayang, pemimpin mereka bukan sosok yang cakap seperti Sultan Agung.
Dalam peperangan tersebut, Trunojoyo sendiri punya pasukan sekitar seribu banyaknya.
Itu belum ditambah pasukan-pasukan Jawa yang jumlahnya antara 20 hingga 25 ribu.
Dalam pelariannya, mula-mula Amangkurat I mampir dulu di Imogiri denagn dikawal oleh seribuan prajurit.
Saat harus melanjutkan perjalanan, anaknya yang masih 12 tahun sakit sehingga terpaksa ditinggal di Imogiri.
Setelah dari Imogiri Amangkurat I melanjutkan perjalanan ke Karanganyar di mana rombongan raja dirampok di tengah jalan.
Sejatinya Sang Raja sudah memerintahkan bawahannya untuk menyebar-nyebarkan uang untuk mengalihkan perhatian.
Tapi usaha itu ternyata tak berhasi.
Tetap saja mereka dirampok.
Hingga kemudian Amangkurat I mengeluarkan kutukan sehingga berhentilah para perampok itu.
Konon, para perampok itu menggelepar tak bisa berdiri karena kutukan itu.
Di tempat lain, persisnya di Imogiri, putra Sang Raja yang masih 12 tahun meninggal dunia.
Ketika sampai di sekitar Banyumas, Amangkurat I jatuh sakit.
Dia yang awalnya naik gajah kemudian ditandu.
Setelah sempat terbaring selama tiga hari, Amangkurat I akhirnya meninggal dunia.
Jenazahnya kemudian di Tegalarum, Tegal, di sebelah makam Tumenggung Danupoyo.
Begitulah kisah akhir hayat Amangkurat I, raja Mataram Islam yang penuh kontroversi, yang meninggal dunia jauh dari keratonnya.