Ketika Raden Mas Garendi Memimpin Pasukan Jawa Dan Tionghoa Melawan VOC Dan Penguasa Mataram Pakubuwono II

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Raden Mas Garendi, bergelar Amangkurat V atau Sunan Kuning, menjadi simbol perlawanan pasukan Jawa-Tionghoa terhadap VOC dan Raja Mataram Pakubuwana II.
Raden Mas Garendi, bergelar Amangkurat V atau Sunan Kuning, menjadi simbol perlawanan pasukan Jawa-Tionghoa terhadap VOC dan Raja Mataram Pakubuwana II.

Raden Mas Garendi, bergelar Amangkurat V atau Sunan Kuning, menjadi simbol perlawanan pasukan Jawa-Tionghoa terhadap VOC dan Raja Mataram Pakubuwana II.

Intisari-Online.com -Pakubuwono II yang awalnya membantu pasukan Tionghoa melawan VOC dalam Geger Pecinan akhirnya berubah haluan.

Takut kekuasannya didongkel, dia memutuskan balik arah, membantu VOC menyerang pasukan Tionghoa.

Keputusan itu membuat sebagian keluarga Keraton Mataram Islam geram dan memutuskan untuk memberontak.

Simbol pemberontakan itu termanifestasi dalam sosok Raden Mas Garendi alias Sunan Kuning.

Raden Mas Garendi merupakan putraPangeran Tepasana dan cucu dari Amangkurat III.

Ayah Raden Mas Garendi tewas karena konflik kerajaan.

Setelah itu, dia dibawa lari oleh pamannya, Wiramenggala, demi menyelamatkan diri.

Di Grobogan, pelarian dari Kartasura itu bertemu dengan keluarga Tionghoa bernamaTan He Tik.

RM Garendi lalu diangkat anak oleh He Tik.

Di Grobongan pula tiga brigade Jawa dan tiga brigade Tionghoa berkumpul, mereka sepakat mendukung Raden Mas Garendi.

Mereka sepakat untuk menyerang Keraton Kartasura, ibukota Mataram Islam ketika itu.

Sejumlah pihak yang mendukung Raden Mas Garendi adalah:

1. Patih Natakusuma, patih bawahan Pakubuwana II

2. Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa)

3. Tumenggung Martapura, bupati Grobogan

4. Tumenggung Mangun Oneng, Bupati Pati

5. Singseh, pemimpin laskar Tionghoa dari Tanjung Welahan (dekat Demak)

6. Kapitan Sepanjang, pemimpin pemberontakan Tionghoa dari Batavia

6 April 1742, bertempat di Pati, gabungan pasukan Jawa-Tionghoa itu membahas siapa sosok yang kelak akan menggantikan Pakubuwono II.

Singseh awalnya mengusulkan namaTumenggung Martapura.

Tapi usulan itu ditolak lantaran Martapura dianggap tidak punya garis keturunan alias wahyu keprabon Mataram.

Tan He Tik lalu mengusulkan agar Raden Mas Garendi yang menjadi sunan Mataram pengganti Pakubuwana II.

Bagaimanapun juga, Raden Mas Garendi adalah cucu Amangkurat III.

Awalnya Kapiten Sepanjang khawatir, dia takut Raden Mas Garendi berkhianat seperti Pakubuwana II.

Tapiakhirnya semua bersepakat untuk menobatkan Raden Mas Garendi menjadi sunan Mataram dengan gelar Amangkurat V.

Dalam upacara penobatan itu,hadir para ulama di samping kanan Amangkurat V dan panglima berbusana Tionghoa di samping kirinya.

Raden Mas Garendi juga dikenal sebagai Sunan Kuning, karena banyakpengikutnya yang berlatar Tionghoa.

Setelah itu, pertempuran demi pertempuran terjadi.

Pada Juni 1742, gabungan pasukan Jawa-Tionghoa otu memutuskan menyerang Amangkurat II di Keraton Kartasura.

Laskar Tionghoa dipimpin panglimanya bernama Entik, Macan, dan Pibulung, sementara pasukan Jawa dipimpin Kertawirya, Wirajaya, dan Martapura.

Amangkurat V yang masih remajadikawal oleh Tumenggung Mangun Oneng, Kapitan Sepanjang, dan Singseh.

Mereka bertempur di Salatiga hingga Boyolali.

Di Kartasura, koalisi pasukan Jawa-Tionghoa berhasil menjebol tembok benteng Keraton Kartasura.

Suasana Kartasura mendadak kacau dan luluh lantak karena diserbu pasukan gabungan Jawa-Tionghoa.

Pakubuwana II dan keluarganya menyelamatkan diri dari peristiwa tersebut.

Mereka dievakuasi oleh Kapten Van Hohendorff bersama pasukan VOC dan mengungsi ke arah Magetan melalui Gunung Lawu.

1 Juli 1742, Sunan Amangkurat V alias Sunan Kuning akhirnya bertakhta di Kartasura.

Untuk menjalankan pemerintahkan, Amangkurat V menunjukTumenggung Mangun Oneng sebagai patih.

Sementara Tumenggung Martapura diangkat menjadi pelaksana harian komando pertempuran dengan nama Sujanapura.

Raden Suryakusuma kelak dikenal sebagai Pangeran Prangwedana diangkat sebagai panglima perang.

Tak berhenti di situ, pasukan Amangkurat V juga merencanakan penyerangan ke benteng VOC di Semarang.

Sebanyak 1.200 pasukan gabungan Jawa-Tionghoa dipimpin Raden Mas Said dan Singseh menuju Welahan.

Di sana, merekabertempur dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten Gerrit Mom, VOC berhasil memukul mundur pasukan Jawa-Tionghoa.

Sejak itu, pasukan Amangkurat V mengalami beberapa kekalahan.

Bahkanbeberapa pimpinan terbunuh seperti Tan We Kie di pulau Mandalika, lepas pantai Jepara dan Singseh tertangkap di Lasem dan dieksekusi mati di sana.

Pada November 1742, Kartasura diserang dari berbagai arah.

Dari arah Bengawan Solo ada pasukan Cakraningrat IV, dari arah Ngawi ada pasukan Pakubuwana II, dan dari arah Ungaran dan Salatiga ada pasukan VOC.

Terdesak, Amangkurat V pun meninggalkan Kartasura dan mengungsi ke arah selatan bersama pasukannya.

Pada 1743, Amangkurat V akhirnya menyerahkan diri ke loji VOC di Surabaya.

Setelah beberapa hari ditawan di Surabaya, dia bersama beberapa pengikutnya dibawa ke Semarang lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Sri Lanka.

Artikel Terkait