Intisari-Online.com -Bukannya menolong, seorang pengungsi Rohingnya bernama Muhammad Amin ini justru mencari untung dari saudara-saudaranya sendiri.
Amin, yang berusia 35 tahun, telah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Penyelundupan Orang (TPPO) olehKepolisian Resor Kota Banda Aceh.
Amin bersetatus warga Myanmar.
Dia sebelumnya pernahmenjadi pengungsi di kamp penampungan eks Kantor Imigrasi, Lhokseumawe, Aceh, pada tahun 2022.
Menurut keteranganKapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli, pihaknya menetapkan Muhammad Amin sebagai tersangka setelah mengantongi bukti dan keterangan saksi-saksi.
Hal tersebut setelah 137 orang pengungsi berlabuh di pantai di Aceh Besar pada 10 Desember 2023.
"Awalnya kita mencurigai dia, karena ketika kapal merapat ke pantai di kawasan Blang Ulam Aceh Besar pada 10 Desember 2023 lalu, tersangka bersama seorang lainnya tidak berada di kelompok pengungsi, melainkan menjauh bersembunyi," jelas Kapolres Fahmi, saat menggelar jumpa pers di Mapolresta Banda Aceh, Senin (18/12).
Dari hasil pemeriksaan, Muhammad Amin juga diketahui pernah menjadi pengungsi di Penampungan Bekas Kantor Imigrasi Kita Lhokseumawe, Aceh pada tahun 2022.
Dia kemudian kabur ke Malaysia melalui Sumatera Utara dan Riau.
Berdasarkan keterangan para saksi, tersangka mengajak para pengungsi untuk pergi ke Malaysia, Thailand, dan Indonesia agar bisa bekerja dan mendapatkan uang.
"Kita periksa sebelas saksi dan mereka mengaku menyerahkan uang kepada MA sebesar 100.000 hingga 120.000 taka atau sebesar Rp 14 juta hingga Rp 16 juta dan sebagian lagi menyerahkan uang kepada MA melalui orangtua dan saudara," ungkap Kapolres.
Uang yang dikumpulkan, sebagian untuk membeli kapal dan makanan.
Selebihnya digunakan oleh tersangka.
Saat berada di kapal, pengungsi yang ikut dalam perjalanan laut ini, juga melihat Muhammad Amin bertindak sebagi kapten kapal dan mengurus penumpang.
"Seorang saksi berinisial MSA, yang kami periksa, mengaku membayar 100.000 Taka, atau Rp 14 juta, untuk pergi ke Indonesia, dan dijanjikan mendapat pekerjaan," ujar Kapolres.
Fahmi menilai para pengungsi ini meninggalkan kamp penampungan di Cox's Bazar Bangladesh bukan karena kondisi darurat.
Tapi untuk kebutuhan ekonomi dan mendapatkan penghasilan lebih.
Hal ini terlihat juga dari usia para imigran Rohingya yang didominasi usia muda.
Kepolisian Daerah Aceh mencatat sejak tahun 2015 hingga Desember 2023 ini, sudah menangani berbagai kasus terkait imigran Rohingya dan menetapkan total 42 tersangka.
Sebelumnya, Polresta Banda Aceh telahmengidentifikasi dua orang yang diduga sebagai penyelundup pengungsi Rohingya.
Selain Muhammad Amin, satu orang yang diduga terlibat TPPO adalah Muhammad Rosul.
Hasil tersebut berdasarkan pemeriksaan intensif pada pengungsi Rohingya yang tiba di kawasan pantai Kreung Raya, Lamreh, Aceh Besar pada Minggu (10/12) lalu
Saat itu ada 135 pengungsi Rohingya yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Muhammad Amin dan Muhammad Rosul diduga berperan penting dalam jaringan penyelundupan orang mulai dari Bangladesh sampai ke Indonesia.
“Dari saksi-saksi lain menguatkan diduga ada transaksi, ada keuntungan yang dimiliki, dan memang ada yang mengendalikan atau merekrut sekian ratus orang etnis Rohingnya yang masuk ke Aceh," ujar Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadhilah Aditya Pratama, Kamis (14/12/2023).
Selain memeriksa saksi-saksi, polisi juga menggunakan teknologi melacak jalur komunikasi jaringan tersebut dari telepon genggam yang disita dari salah satu pengungsi.
Kecurigaan ketika dua orang tersebut ingin memisahkan diri dari kelompoknya.
Beruntung saat hendak melarikan diri, ia ditemukan oleh warga setempat.
“Dia (Muhammad Amin) mengaku sedang mencari makan dan minum,” ujar dia.
Mendapat informasi tersebut, pihaknya meminta keterangan kepada Amin dan ternyata ia membawa ponsel.
Dari ponsel tersebut, polisi menemukan video saat menyerahkan uang (diduga transaksi).
Kata Fadillah, pihaknya melakukan pendalaman akan adanya dugaan upaya penyelundupan orang.
Awalnya polisi memeriksa 7 orang, yang kemudian bertambah menjadi 11 orang.
Dari 11 orang yang diperiksa, terdapat kapten dan nahkoda kapal yang membawa para pengungsi Rohingya.
Hasil penyelidikan, polisi menemukan jaringan pengiriman pengungsi Rohingnya melibatkan warga Aceh, Sumatera Utara, dan Riau.
Namun, Fadillah mengaku belum bisa membuka lebih banyak detil penyelidikan.
Dia ingin benar-benar memastikan dari bukti-bukti yang dikumpulkan, karena perkara tersebut juga melibatkan tim yang terdiri dari pihak imigrasi, saksi ahli bahasa, dan Direktorat Reserse Umum Polda Aceh.