Cara Berpikir Diakronik Mengajarkan Kita Lebih Teliti Dalam Mengamati Peristiwa Sejarah, Bagaimana Penjelasannya?

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Dalam ilmu sejarah, cara berpikir diakronik mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati gejala atau peristiwa sejarah tertentu.
Dalam ilmu sejarah, cara berpikir diakronik mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati gejala atau peristiwa sejarah tertentu.

Intisari-Online.com -Dalam menjelaskan sebuah peristiwa sejarah, ada dua cara berpikir.

Cara berpikir diakronik dan cara berpikir sinkronik.

Cara berpikir diakronik mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati gejala atau peristiwa sejarah tertentu.

Bagaimana penjelasannya?

Dikutip dari Kompas.com, ilmu sejarah terbagi menjadi dua arti, sebagai peristiwa dan kisah.

Sejarah sebagai peristiwa merupakan kejadian masa lampau yang menyangkut kehidupan manusia.

Sedangkan sejarah sebagai kisah adalah peristiwa sejarah yang dikisahkan atau dituliskan.

Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa kehidupan manusia pada masa lampau.

Sejarah memiliki beberapa manfaat di antaranya sebagai sarana berpikir, sumber lisan, dokumen visual, dan untuk membayangkan masa lalu dengan ilustrasi peristiwa.

Seperti disebut di awal, untuk mengungkap sebuah peristiwa sejarah, sejarah memperkenalkan dua cara berpikir: cara berpikir diakronik dan cara berpikir sinkronik.

Untuk kali ini, kita akan membahas tentang cara berpikir diakronik.

Sejarah dengan konsep berpikir diakronik atau diakronik adalah berpikir kronologis (urutan) dalam menganalisis sebuah peristiwa.

Kronologis di sini artinya catatan kejadian-kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.

Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat.

Selain itu ia membantu kita membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat yang berbeda namun saling berkaitan.

Diakronis berasal dari kata diakronik atau "diachronich".

Terdiri dari dua kata, "dia" dalam bahasa latin artinya melalui atau melampau dan "chronicus" yang artinya waktu.

Sesuatu yang melintas melalui atau melampaui batas waktu merupakan pengertian dari diakronis.

Konsep diakronis mementingkan proses.

Sejarah akan membicarakan peristiwa tertentu yang terjadi pada suatu tempat tertentu sesuai dengan urutan waktu terjadinya.

Melalui diakronis, sejarah berupaya menganalisis sesuatu dari waktu ke waktu yang memungkinkan seseorang untuk menilai bahwa perubahan itu terjadi sepanjang masa.

Sejarawan akan menggunakan pendekatan diakronis untuk menganalisis dampak perubahan variabel sesuatu.

Sehingga memungkinkan sejarawan untuk mengetahui mengapa keadaan tertentu lahir dari keadaan sebelumnya.

Cara berpikir diakronis sangat mementingkan proses terjadinya sebuah peristiwa.

Tujuan berpikir diakronis adalah untuk mengajarkan cara berpikir secara kronologis yang teratur dan berurutan.

Dalam konsep berpikir diakronis terdapat beberapa ciri, di antaranya:

- Mengurai pembahasan pada satu peristiwa

- Mengkaji masa peristiwa yang satu dengan yang lain

- Terdapat konsep perbandingan

- Bersifat vertikal

- Cakupan kajian luas

- Lebih menekankan proses durasi

Contoh konsep berpikir diakronis

Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, penerapan berpikir diakronis merupakan cara berpikir khas sejarah dengan memanjang dalam waktu dan mementingkan proses terjadinya sebuah peristiwa.

Misalnya dalam materi demokrasi liberal 1950-1959 yang dapat diuraikan memanjang dengan menguraikan secara kronologis pembentukan pemerintahan demokrasi liberal hingga adanya Dekrit Preside 5 Juli 1959.

Dalam catatan sejarah, antara 1950-1959 terjadi tujuh kali pergantian kabinet, yaitu:

- Kabinet Natsir (6 September 1050- 21 Maret 1951)

- Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 3 April 1952)

- Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 3 Juli 1953)

- Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)

- Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)

- Kabinet Ali II (20 Maret 1956 - 4 Maret 1957)

- Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)

Dalam menguraikan Demokrasi Liberal di atas, dapat direkonstruksi dengan berpikir diakronis.

Dengan memanjangkan waktu terjadinya Demokrasi Liberal sejak 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan menghentikan Demokrasi Liberal.

Itulah penjelasan tentang cara berpikir diakronik dalam sejarah yang mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati gejala atau peristiwa sejarah tertentu.

Artikel Terkait