Intisari-online.com - Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.
Meskipun telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, Rohingya tidak diakui sebagai kelompok etnis resmi dan telah ditolak kewarganegaraannya sejak tahun 1982, menjadikan mereka populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.
Sebagai populasi tanpa kewarganegaraan, keluarga Rohingya tidak memiliki hak-hak dasar dan perlindungan dan sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender serta pelecehan.
Pada tahun 2017, militer Myanmar memulai aksi brutalnya terhadap warga Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine dan menghancurkan desa-desa serta menewaskan ribuan korban.
Ratusan ribu lainnya menyelamatkan diri dengan melintasi perbatasan ke Bangladesh.
Pada pertengahan November 2023, Aceh didatangi lebih kurang 1.084 pengungsi Rohingya.
Mereka datang dengan enam gelombang. Tiga di Kabupaten Pidie lalu di Aceh Timur, Bireuen, dan Kota Sabang.
Sebagian dari mereka dikumpulkan di tempat penampungan sementara yaitu di bekas kantor imigrasi Kota Lhokseumawe, Aceh. Sebagian lagi mereka dikumpulkan di Kamp Mina Raya.
Mengapa para pengungsi Rohingya berani melintasi laut untuk mencari perlindungan dan terbebas dari kekerasan?
Ada beberapa alasan yang mungkin menjadi motivasi mereka:
- Kekurangan pilihan. Banyak pengungsi Rohingya yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak atau aman di Bangladesh karena kondisi kamp-kamp pengungsian yang penuh sesak dan kondisinya semakin memburuk.
Mereka juga tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah Bangladesh atau organisasi internasional seperti UNHCR.
Oleh karena itu, mereka memilih untuk mencari jalan keluar ke negara lain.
- Keraguan akan masa depan. Banyak pengungsi Rohingya yang merasa tidak ada harapan atau solusi bagi masalah-masalah yang mereka hadapi di Myanmar atau Bangladesh.
Mereka khawatir bahwa jika mereka tetap tinggal di sana, mereka akan terus menjadi korban diskriminasi, penindasan, atau bahkan pembunuhan oleh militer Myanmar atau kelompok-kelompok bersenjata Islamis.
Mereka juga takut bahwa jika mereka kembali ke Myanmar, mereka akan menghadapi hukuman mati atau pemerkosaan oleh aparat keamanan.
- Keinginan untuk hidup bebas. Banyak pengungsi Rohingya yang memiliki cita-cita atau impian untuk hidup bebas dari ketidakadilan dan ketidakberdayaan yang dialami oleh kelompok etnis mereka.
Mereka ingin menikmati hak-hak dasar manusia seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan partisipasi politik.
Mereka juga ingin menjalin hubungan sosial dan budaya dengan masyarakat lokal maupun internasional tanpa adanya rasa takut atau malu.
- Kemurahan hati orang-orang baik. Banyak pengungsi Rohingya yang mendapatkan bantuan moral atau materi dari orang-orang baik baiknya maupun dari organisasi-organisasi sosial seperti nelayan Indonesia, aktivis hak asasi manusia, komunitas agama Kristen Katolik (Gereja Katolik), atau organisasi internasional seperti UNHCR.
Orang-orang baik ini memberikan dukungan finansial maupun non-finansial kepada para pengungsi Rohingya seperti makanan, air bersih, sanitasi, perawatan medis, perlindungan hukum, bimbingan psikologis, pelatihan keterampilan kerja, atau kesempatan pendidikan.