Intisari-online.com - Indonesia mengalami sebuah tragedi yang belum pernah terlupakan.
Sebanyak 431 penduduk sipil Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, ditembak mati oleh sepasukan tentara Belanda (KNIL) tanpa proses pengadilan.
Pembantaian ini merupakan bagian dari agresi militer pertama Belanda terhadap Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Kampung Rawagede adalah salah satu desa yang menjadi basis gerilya bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia di Jawa Barat.
Di sana, terdapat beberapa kelompok pejuang yang dipimpin oleh kapten Lukas Kustaryo, salah satu buron Belanda yang sulit ditangkap.
Kustaryo dan kawan-kawan bertahan dengan strategi gerilya dan sering menghantui pasukan Belanda.
Belanda tidak tinggal diam melihat gerilya di Rawagede. Mereka berusaha untuk menguasai desa tersebut dengan cara apapun.
Mereka melakukan penyergapan, pengeboman, dan pembunuhan massal terhadap warga sipil dan pejuang kemerdekaan.
Namun, mereka tidak berhasil mengalahkan para pejuang yang bersembunyi di dalam rumah-rumah atau di hutan-hutan sekitar.
Pada malam 8 Desember 1947, hujan deras turun di daerah Rawagede.
Lurah desa Saukim mencium gelagat mata-mata Belanda yang mencurigakan. Ia lantas memberitahu Markas Gabungan Pejuang (MGP), yang di dalamnya termasuk Kustaryo, agar segera hengkang dari Rawagede.
Baca Juga: Penjelasan Ciri-ciri Sejarah Dikategorikan Sebagai Peristiwa
Meskipun demikian, sebagian pejuang masih terjebak di rumah masing-masing.
Tentara Belanda pun memanfaatkan cuaca buruk untuk menyerbu desa tersebut pada pagi hari tanggal 9 Desember 1947.
Mereka membawa senjata api berat seperti meriam dan roket launcher.
Mereka juga membawa tentara bayaran dari Jerman dan Amerika Serikat untuk membantu mereka.
Peristiwa Pembantaian Rawagede
Pada pukul 06:00 WIB, tentara Belanda mulai menembaki rumah-rumah penduduk sipil Kampung Rawagede tanpa ampun.
Mereka tidak membedakan antara janda-janda tua maupun anak-anak kecil.
Mereka juga tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk melarikan diri atau bersembela.
Korban pembantaian ini sangat banyak karena banyak rumah-rumah yang dilindungi oleh tembok kayu atau bambu yang rapuh.
Banyak warga yang tertembak langsung atau tertimpa tembakan dari arah atas atau bawah.
Banyak warga juga tertelan api atau ledakan roket launcher.
Baca Juga: Pemerintah Hindia Belanda vs Jepang, Pertempuran Sengit yang Mengubah Jalannya Perang Dunia II
Menurut saksi mata yang selamat bernama Sutrisno, ia melihat banyak orang tewas di depan matanya saat ia sedang tidur di rumahnya bersama suaminya dan anaknya.
Ia mengatakan bahwa ia mendengar suara tembakan keras-keras dari arah luar rumahnya sekitar pukul 06:30 WIB.
"Kami bangun dari tidur karena kami mendengar suara tembakan keras-keras dari arah luar rumah kami," kata Sutrisno.
"Kami keluar dari rumah kami dan melihat banyak orang tewas di jalan-jalan atau di halaman rumah kami."
Sutrisno, juga mengatakan bahwa ia melihat beberapa orang mencoba untuk menyelamatkan diri dengan menyembunyikan diri di bawah kendaraan atau bangunan-bangunan lainnya.
Namun, mereka tidak berhasil karena tentara Belanda sudah mengepung seluruh wilayah.