Tujuannya tidak lain supaya Islam dapat diterima oleh masyarakat.
Pada masa itu di Jawa terdapat budaya menghantarkan sesajen, kemudian para Wali mengganti kegiatan tersebut dengan mengantarkan makanan.
Megengan digelar pada minggu terakhir bulan Sya'ban, terletak di antara dua bulan mulia yaitu Rajab dan Ramadan.
Megengan dilakukan sebagai wujud rasa syukur karena masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan.
Rasa syukur tersebut diwujudkan dengan makanan yang dibuat oleh masyarakat, kemudian dibagikan kepada orang-orang yang tinggal disekelilingnya.
Sebelum pelaksanaan tradisi megengan, orang-orang akan datang ke makam untuk berdoa dan menabur bunga yang dikenal dengan "nyekar".
Tradisi megengan ditandai dengan selametan yang dilakukan di masjid, mushola, atau langgar.
Caranya dengan menyatukan berbagai makanan di suatu tempat dan dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh pemuka agama atau tokoh masyarakat.
Doa tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan dan kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa.
Setelah doa, semua orang yang menghadiri acara megengan dapat mengambil makanan yang dikumpulkan tadi.
Apem merupakan makanan ringan yang harus adala dalam tradisi megengan.
Hal tersebut karena, megengan juga bermakna permohonan maaf kepada sesama.
Permohonan maaf tersebut disimbolkan dengan kue apem, sebagai makanan ringan khas Jawa, yang biasa disajikan dalam acara-acara adat.
Apem diambil dari kata ngafwan atau ngafwun yang artinya permohonan maaf.
Itulah artikel tentang megengan, tradisi masyarakat Jawa yang pada umumnya terdapat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR