Intisari-Online.com -Setidaknya ada tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia.
Salah satunya adalah adalah teori yang didukung adanya kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
Itulah Teori Parsi atau Teori Persia.
Seperti disebut di awal, setidaknya ada tiga teori terkait masuknya Islam ke Indonesia.
Islam datang dari Gujarat (teori gujarat)
Teori gujarat menyebutkan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara dipercaya datang dari wilayah Gujarat, India.
Lewatperan para pedagang muslim yang datang ke Nusantara lewat jalur perdagangan Selat Malaka.
Masuknya Islam dari Gujarat dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dari Belanda.
Dia berpendapat jika Islam masuk ke Nusantara buka dari Arab tapi Gujarat, India.
Hubungan langsung antara Nusantara dan Arab baru terjadi pada masa kemudian.
Seperti utusan dari Mataram dan Banten ke Mekah pada abad ke-7.
Dia juga berpendapat bahwa ada persamaan unsur-unsur Islam Nusantara dengan India.
Islam dari Arab (teori Mekah)
Teori mekah mengemukan bahwa pada abab ke-7 di pantai barat Sumatera sudah ada perkampungan Islam.
Hal itu di dukung adanya jalur perdagangan yang bersifat internasional.
Bahkan berita dari China, pada zaman Dinasti Tang pada 674 mesehi, jika orang-orang Arab sudah mendirikan perkampungan di pantai barat Sumatera.
Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) , pada waktu Kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaan sekitar abad ke-8 dan 8, para pedagang muslim sudah singgah.
Banyak tokoh-tokoh yang mendukung teori tersebut.
Masuknya Islam ke Nusantara terjadi sebelum abad ke-7 masehi dan berperan besar terhadap proses penyebaran selanjutnya.
Islam datang dari Persia (teori Persia)
Teori Persia mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 yang berasal dari Persia.
Teori itu didukung olehadanyakesamaan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam Nusantara dengan masyarakat Persia.
Dalam buku Sejarah Islam Nusantara (2015) karya Michael Laffan, sejak awal Masehi para penguasa di kawasan barat Nusantara berbagi budaya istana yang bercorak India dan mendapat pengalaman dari para pedagang asing.
Karena Asia Tenggara berada di perempatan dua zona perdagangan kuno yang penting.
Pertama, Samudera Hindia, sedangkan yang lain meliputi Laut China Selatan.
Kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara paling awal berasal dari berbagai catatan berbahasa Cina yang merekam kedatangan para utusan dengan nama-nama yang merupakan nama muslim.
Dari arah lain, memiliki laporan-laporan berbahasa Arab mengenai berbagai rute pelayaran dari Teluk Persia ke pelabuhan-pelabuhan di China Selatan dengan titik tumpu di Selat Makaka.
Di sana para kapten menunggu perubahan angin monsun untuk membawa mereka melanjutkan perjalanan atau kembali pulang.
Marco Polo dalam laporannya mengenai Sumatera 1292 menyebut sebuah komunitas Muslim baru sekitar yang didirikan oleh para pedagang "Moor" di Perlak.
Salah satu batu nisan muslim bertarikh pertama menyebut Malik al Salih sebagai penguasa zaman di bandar terdekat Samudera Pasai.
Namun ada bukti mengenai komunitas-komunitas yang lebih awal dari barta di Lamreh.
Tempat penanda-penanda makam yang telah terkikis parah menunjukan adanya hubungan dengan India Selatan dan Cina Selatan.
Dari rekontruksi sejarah, arus utama tentang sejarah mula Islam Nusantara menyebutkan Samudera Pasai sebagai Kerajaan Islam pertama.
Samudera Pasai merupakkan gabungan dua kerajaan Hindu, yakni Samudra dan Pasai dengan Raja Meurah Silue yang bergelar Malik as Salih (1267-1297).
Salah satu dokumen tertua tentang keberadaan Kerajaan Pasai ditulis di Vanesia, Italia, Marco Polo yang masih sempat bertemu dengan Sultan Malik as Salih (1292).
Kesaksian etnografis Marco Polo tentang Pasai dan tujuh kerajaan lainnya di Sumatera memiliki kesan yang berbeda.
Dia menyebutkan Pasai yang terbesar. Penyebutan Perlak adalah tempat yang ia jelahi.
Selain dan Perlak yang muslim, kerajaan lain dikatakan masih menganut agama pagan.
Itulah artikel tentang Teori Persia yang didukung oleh adanyadengan adanya kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.