Intisari-online.com - Ritual Tabuik pertama kali diperkenalkan di Sumatera Barat oleh pasukan Tamil Muslim Syiah dari India, yang dikenal sebagai Sipahi, pada tahun 1826 atau 1828 Masehi.
Mereka ditempatkan di sini oleh pemerintah Inggris untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah ini.
Mereka membawa tradisi Tabot, yang merupakan peringatan akan gugurnya Imam Husain, yang juga dipraktikkan oleh masyarakat Syiah di India, Iran, Irak, dan negara-negara lain.
Tabot berasal dari kata Arab yang berarti peti kayu, yang digunakan untuk menyimpan jenazah Imam Husain yang terpotong-potong.
Dalam tradisi ini, peti kayu tersebut diangkat ke langit oleh Buraq, seekor kuda bersayap yang dapat terbang dan berkepala manusia, yang pernah digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra Mi'raj.
Peti kayu tersebut kemudian dibawa berkeliling kota dan dilemparkan ke sungai atau laut, sebagai simbol penghormatan dan kesedihan atas kematian Imam Husain.
Para Sipahi melakukan ritual Tabot dengan melibatkan masyarakat setempat, yang mayoritas beragama Islam Sunni.
Mereka juga mengadaptasi ritual ini dengan unsur-unsur budaya Minangkabau, seperti musik, tarian, pakaian, dan dekorasi.
Mereka juga menambahkan unsur-unsur budaya Hindu, seperti penggunaan warna merah dan kuning, serta simbol-simbol seperti burung Garuda, naga, dan gajah.
Hal ini menunjukkan pengaruh budaya Hindu yang pernah berkembang di Sumatera Barat sebelum masuknya Islam.
Ritual Tabot kemudian berkembang menjadi ritual Tabuik, yang merupakan istilah lokal untuk menyebut peti kayu yang dibawa dalam prosesi.
Ritual ini terus dilestarikan oleh masyarakat Pariaman hingga sekarang, meskipun mereka tidak lagi mengikuti aliran Syiah.
Ritual ini menjadi bagian dari identitas budaya dan religius mereka, serta menjadi daya tarik wisata bagi para pengunjung.
Baca Juga: Rupanya Inilah Makna dan Sejarah di Balik Tradisi Kebo-keboan di Banyuwangi
Tahapan Ritual Tabuik
Ritual Tabuik dilakukan dengan beberapa tahap, seperti upacara membuat daraga, upacara mengambil tanah, upacara menebang batang pisang, peristiwa maatam, upacara mengarak sorban, upacara Tabuik naik pangkat, pesta Hoyak Tabuik dan Tabuik dibuang ke laut.
- Upacara membuat daraga: Daraga adalah tempat penyimpanan tanah yang diambil dari sungai, yang melambangkan kuburan Imam Husain.
Daraga dibuat dari bambu dan kain putih, yang dibentuk seperti kubah.
Daraga diletakkan di halaman rumah Tabuik, yang disebut lalaga, yang dipagari dengan parupuk, sejenis bambu kecil.
Upacara ini dilakukan pada tanggal 1 Muharram.
- Upacara mengambil tanah: Tanah yang digunakan untuk membuat daraga diambil dari sungai pada malam hari, dengan menggunakan periuk tanah.
Tanah tersebut dibungkus dengan kain putih dan disimpan dalam daraga. Upacara ini dilakukan pada tanggal 2 Muharram.
- Upacara menebang batang pisang: Batang pisang yang digunakan untuk membuat rangka Tabuik ditebang dengan cara sekali tebas pada malam hari.
Ini melambangkan keberanian salah satu putra Imam Husain yang menuntut balas kematian ayahnya. Upacara ini dilakukan pada tanggal 5 Muharram.
- Peristiwa maatam: Maatam adalah prosesi membawa jari-jari Imam Husain yang berserakan ditebas pasukan Raja Yazid. J
ari-jari tersebut dibuat dari kayu dan kain, yang disebut jari-jari Tabuik. Jari-jari tersebut diarak berkeliling kota dengan diiringi musik dan tarian.
Peristiwa ini dilakukan pada tanggal 7 dan 8 Muharram.
- Upacara mengarak sorban: Sorban adalah kain yang digunakan oleh Imam Husain untuk menutupi kepalanya.
Sorban tersebut dibuat dari kain merah dan kuning, yang disebut sorban Tabuik. Sorban tersebut diarak berkeliling kota dengan diiringi musik dan tarian.
Upacara ini melambangkan penyebaran keberanian Imam Husain memerangi musuh. Upacara ini dilakukan pada tanggal 8 Muharram.
- Upacara Tabuik naik pangkat: Pangkat adalah bagian atas Tabuik, yang berbentuk seperti mahkota. Pangkat dibuat dari kayu, kain, dan kertas, yang dihiasi dengan berbagai simbol, seperti bintang, bulan, matahari, burung Garuda, naga, dan gajah.
Pangkat dipasang pada rangka Tabuik, yang disebut badan Tabuik, yang dibuat dari batang pisang dan kain. Upacara ini dilakukan pada tanggal 10 Muharram pagi hari.
- Pesta Hoyak Tabuik: Hoyak Tabuik adalah pesta rakyat yang diadakan untuk merayakan selesainya pembuatan Tabuik.
Pesta ini diisi dengan berbagai hiburan, seperti musik, tarian, atraksi, dan permainan. Pesta ini dilakukan pada tanggal 10 Muharram siang hari.
- Tabuik dibuang ke laut: Tabuik yang sudah selesai dibuat diarak menuju pantai dengan diiringi musik dan tarian.
Tabuik kemudian dilemparkan ke laut, sebagai simbol penghormatan dan kesedihan atas kematian Imam Husain.
Tabuik yang terapung di laut kemudian diperebutkan oleh masyarakat, yang percaya bahwa Tabuik memiliki kekuatan magis dan berkah. Upacara ini dilakukan pada tanggal 10 Muharram sore hari.
Baca Juga: Mengenal 12 Tradisi Unik di Indonesia yang Berhubungan dengan Kematian, Ritual, dan Kecantikan
Makna Ritual Tabuik
Ritual Tabuik memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Pariaman, baik dari segi religius maupun budaya.
Dari segi religius, ritual ini merupakan bentuk penghormatan kepada Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW, yang gugur dalam perang Karbala.
Ritual ini juga merupakan bentuk syukur atas datangnya bulan Muharram, yang merupakan bulan suci dalam kalender Islam.
Ritual ini juga merupakan bentuk doa dan harapan agar mendapatkan keberkahan, perlindungan, dan keselamatan dari Allah SWT.
Dari segi budaya, ritual ini merupakan bentuk pelestarian dan pengembangan budaya Minangkabau, yang dipengaruhi oleh budaya Islam dan Hindu.
Ritual ini juga merupakan bentuk ekspresi seni dan kreativitas masyarakat, yang ditunjukkan melalui musik, tarian, pakaian, dan dekorasi.
Ritual ini juga merupakan bentuk kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat, yang terlibat dalam proses pembuatan dan perayaan Tabuik.
Ritual Tabuik adalah salah satu tradisi unik di Indonesia yang dikenal hingga mancanegara.
Tradisi ini menunjukkan kekayaan dan keragaman budaya dan agama yang ada di negeri ini.
Tradisi ini juga menunjukkan nilai-nilai luhur yang patut dicontoh, seperti keberanian, kesetiaan, kejujuran, dan kepedulian.
Tradisi ini layak untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa.