Intisari-online.com -Musso adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ia pernah menjadi ketua PKI pada tahun 1926-1927 dan 1948.
Ia juga terlibat dalam pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948, yang berujung pada kematiannya dalam perlawanan terakhirnya melawan pasukan Republik Indonesia (RI).
Musso lahir pada tanggal 14 Desember 1897 di Kediri, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga petani yang miskin.
Ia hanya tamat sekolah dasar dan bekerja sebagai buruh pabrik gula.
Ia mulai tertarik dengan gerakan sosialis dan komunis setelah membaca buku-buku tentang Marxisme dan Leninisme.
Lalu bergabung dengan Sarekat Islam (SI) pada tahun 1915 dan menjadi anggota SI Merah, sayap kiri SI yang berhaluan komunis.
Pada tahun 1920, Musso menjadi salah satu pendiri PKI bersama Tan Malaka, Alimin, dan Darsono.
Ia juga menjadi anggota Komintern, organisasi internasional komunis yang berpusat di Moskow.
Ia aktif dalam menyebarkan ideologi komunis di kalangan buruh dan tani di Jawa.
Juga terlibat dalam pemberontakan PKI pada tahun 1926-1927, yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda dan mendirikan Republik Soviet Indonesia.
Baca Juga: Dijuluki Sosok Terkaya di Palestina dan Rela Turun Tangan Demi Rakyat Berapa Harta Munib al-Masri?
Namun, pemberontakan itu gagal dan Musso ditangkap oleh Belanda pada tahun 1927.
Musso kemudian dibuang ke Boven Digul, kamp tahanan politik di Papua.
Di sana ia bertemu dengan Sukarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan tokoh-tokoh nasionalis lainnya.
Musso berusaha untuk menjalin kerjasama antara komunis dan nasionalis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Namun, usahanya tidak mendapat sambutan baik dari kedua pihak.
Pada tahun 1936, Musso berhasil melarikan diri dari Boven Digul dan pergi ke Moskow.
Di sana ia mendapat pendidikan politik dan militer dari Komintern. Ia juga menjadi anggota Komite Eksekutif Komintern untuk wilayah Asia Timur.
Ia mengikuti perkembangan politik di Indonesia melalui radio dan surat kabar.
Pada tahun 1948, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari Belanda, Musso kembali ke tanah airnya.
Kemudian membawa berita bahwa Doktrin Dimitrov, yang menganjurkan kerjasama antara komunis dan nasionalis, telah diganti dengan Doktrin Zhdanov, yang menuntut komunis untuk mengambil alih kekuasaan dari nasionalis borjuis.
Musso lalu membentuk PKI Muda, sayap radikal PKI yang menolak kerjasama dengan pemerintah RI yang dipimpin oleh Sukarno-Hatta.
Musso juga bergabung dengan Front Demokrasi Rakyat (FDR), koalisi partai-partai dan organisasi-organisasi kiri yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah RI.
FDR menentang program reorganisasi dan rasionalisasi tentara (Re-Ra) yang dilakukan oleh Wakil Presiden Hatta.
Program Re-Ra bertujuan untuk mengintegrasikan pasukan-pasukan laskar yang berafiliasi dengan partai-partai politik ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI).
FDR merasa program ini akan mengurangi pengaruh mereka dalam militer.
Pada bulan September 1948, Musso dan beberapa pimpinan PKI lain berkeliling Jawa untuk menyebarkan ideologi Jalan Baru, yaitu konsep politik yang menyerukan revolusi sosialis di Indonesia.
Mereka mendapat dukungan dari sebagian anggota TNI-Masyarakat (TNI-M), pasukan laskar yang berafiliasi dengan FDR, terutama Divisi Panembahan Senopati yang bermarkas di Madiun.
Pada tanggal 18 September 1948, unsur-unsur pro-PKI di Madiun mengambil alih kota tersebut dan mendeklarasikan berdirinya Komite Nasional Indonesia Baru (KNIB), pemerintahan revolusioner yang mengklaim sebagai penerus RI.
Mereka juga menangkap dan membunuh beberapa tokoh militer dan sipil yang loyal kepada pemerintah RI, seperti Brigjen Soengkono, Kolonel Soetarjo, dan Mayor Soetarman.
Pemberontakan PKI di Madiun ini mengejutkan pemerintah RI, yang saat itu sedang menghadapi ancaman agresi militer Belanda kedua.
Presiden Sukarno segera mengutus pasukan TNI untuk menumpas pemberontakan tersebut.
Ia juga mengeluarkan ultimatum kepada Musso dan kawan-kawan untuk menyerah atau menghadapi hukuman mati.
Musso menolak ultimatum Sukarno dan bersikeras untuk melanjutkan perjuangannya. Ia bersama sekitar 300 orang pengikutnya melarikan diri ke pegunungan di sekitar Madiun.
Mereka berusaha untuk melakukan gerilya dan menyebarkan propaganda komunis di daerah-daerah pedesaan.
Namun, mereka tidak mendapat dukungan dari rakyat, yang lebih memihak kepada Sukarno dan pemerintah RI.
Pada tanggal 31 Oktober 1948, pasukan TNI berhasil mengepung Musso dan pengikutnya di desa Alason, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.
Dalam baku tembak yang sengit, Musso terluka parah di bagian dada dan perut. Ia kemudian meninggal dunia di tempat.
Jenazahnya dibawa ke Madiun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Dengan tewasnya Musso, pemberontakan PKI di Madiun pun berakhir. Pemerintah RI berhasil menguasai kembali kota tersebut dan menangkap atau membunuh ribuan orang yang terlibat dalam pemberontakan.
Pemberontakan PKI di Madiun ini merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, karena menunjukkan adanya konflik ideologis antara komunis dan nasionalis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.