Selain itu Sugondo juga meminta bantuan Sunario Sastrowardoyo yang kala itu menjadi pengurus Perhimpunan Indonesia di Belanda, dan Sartono yang juga lulusan Belanda, sebagai penasihat.
Namun, pemerintah Belanda tak mengizinkan kongres ini digelar.
Ini dikisahkan oleh sejarawan dan profesor riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Asvi Warman Adam dalam Kompas edisi 28 Oktober 2010.
Tak putus asa, Sunario bersama Arnold Manuhutu mendatangi pembesar Hindia Belanda yang punya pengaruh besar pada aparat keamanan, K de Jonge.
Sunario dan Arnold berupaya keras melakukan negosiasi.
Perundingan tidak selesai dalam satu hari.
Hari berikutnya, selama berjam-jam Sunario kembali membujuk pejabat tinggi Belanda tersebut.
Akhirnya, K de Jonge mencair. Ia memerintahkan polisi memberi izin digelarnya Kongres Pemuda.
Syaratnya, kongres tidak boleh mengkritik kebijakan atau mengeluarkan pernyataan yang bersifat menghasut dan melawan pemerintah Hindia Belanda.
Kongres pun benar-benar digelar, namun bukan tanpa aral.
Pada hari pertama, 27 Oktober 1928, kongres sempat dihentikan polisi dua kali.
Pertama, ketika seorang pembicara menyebut istilah "kemerdekaan".
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR