Ketika Dua Partai Terbesar di Indonesia Bersaing Dalam Pemilu Pertama di Indonesia PNI vs Masyumi dalam Pemilu 1955

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama di Indonesia.
Ilustrasi - Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama di Indonesia.

Intisari-online.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 adalah pemilu pertama yang diselenggarakan di Indonesia setelah kemerdekaan.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Konstituante, yang akan menyusun konstitusi baru menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Pemilu 1955 diikuti oleh lebih dari 30 partai politik, organisasi, dan perorangan, yang mewakili berbagai ideologi, agama, dan kepentingan.

Namun, di antara peserta pemilu tersebut, hanya ada empat partai besar yang mendominasi perolehan suara dan kursi, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dari keempat partai besar tersebut, dua partai yang paling bersaing ketat adalah PNI dan Masyumi. Kedua partai ini sama-sama mendapatkan 57 kursi di DPR dari total 257 kursi.

Namun, dalam pemilihan anggota Konstituante, PNI unggul dengan meraih 119 kursi dari total 514 kursi, sedangkan Masyumi mendapatkan 112 kursi.

Lalu, apa yang menjadi faktor penentu kemenangan PNI atau Masyumi dalam pemilu 1955? Berikut adalah beberapa hal yang bisa dipertimbangkan:

- Latar belakang dan visi-misi partai. PNI adalah partai nasionalis yang berjuang untuk mempertahankan kedaulatan dan persatuan Indonesia.

PNI juga mengusung ideologi Pancasila sebagai dasar negara. Masyumi adalah partai Islam yang berusaha untuk menerapkan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masyumi juga menolak UUDS 1950 yang dianggap tidak sesuai dengan aspirasi umat Islam.

- Basis massa dan dukungan partai. PNI memiliki basis massa yang luas di seluruh Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Menguak Keberuntungan Pemilu 2024 Menurut Weton Jawa Ganjar-Mahfud, Duet Lakuning Geni dan Sumur Sinaba

PNI juga didukung oleh beberapa partai kecil seperti Parkindo, IPKI, dan Murba.

Masyumi memiliki basis massa yang kuat di daerah-daerah dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Maluku.

Masyumi juga didukung oleh beberapa organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad.

- Strategi kampanye dan isu-isu politik. PNI mengandalkan jaringan organisasi dan tokoh-tokoh nasionalis seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka untuk menyebarkan visi-misi partainya.

PNI juga menekankan pentingnya persatuan nasional dan kebhinekaan dalam menghadapi ancaman komunisme dan imperialisme.

Masyumi mengandalkan jaringan ulama dan tokoh-tokoh Islam seperti Natsir, Roem, Wahid Hasyim, dan Kartosuwiryo untuk menyampaikan program-program partainya.

Masyumi juga menyoroti masalah-masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi rakyat, seperti kemiskinan, korupsi, inflasi, dan ketimpangan.

Dari beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa PNI dan Masyumi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam pemilu 1955.

PNI unggul dalam hal basis massa yang lebih luas dan ideologi Pancasila yang lebih inklusif.

Masyumi unggul dalam hal basis massa yang lebih loyal dan program-program yang lebih konkret.

Namun, tidak ada satu pun partai yang bisa memenangkan mayoritas suara dan kursi dalam pemilu 1955.

Baca Juga: Akhirnya, Mahfud MD Pakai Baju Putih Yang Dijahitnya 5 Tahun Lalu Saat Daftar Pilpres 2024

Hal ini menunjukkan bahwa pemilu 1955 adalah pemilu yang sangat kompetitif dan pluralis.

Pemilu 1955 juga mencerminkan keragaman dan dinamika politik Indonesia pada masa itu.

Artikel Terkait