Mereka bekerja delapan jam dari sore 4 Okotber sampai 5 Okober 1945 dini hari di kamar mayat RSPAD.
Sesuai perintah, tim ini mengidentifikasi korban dan melakukan autopsi bagian luar jenazah.
Dari identifikasi itu, tim berkesimpulan, para jenderal tersebut mendapat penyiksaan sebelum dibunuh dan dikubur dalam sumur tua di Lubang Buaya.
Tapi, ada fakta baru, tidak ditemukan sama sekali bukti bahwa mereka dicungkil matanya dan dipotong penisnya.
Penemuan itu bukan berita baik tentunya bagi tim tersebut, justru membuat mereka tertekan.
Sebelum mengeluarkan laporan, mereka terlebih dahulu melakukan pembicaraan khusus guna menentukan sikap, menulis yang benar atau melaporkan seperti yang berkembang di masyarakat.
Lalu muncul ketakutan, jika menulis apa yang ada, mereka akan dicap pro-PKI. Dilematis memang.
Dikisahkan, setiap anggota tim mengemukakan pendapat, termasuk dr. Lim Joe Thay, yang saat itu termuda, berusia 39 tahun.
"Kita dipertemukan Tuhan di sini, sehingga saya yakin Tuhan pasti mau yang terbaik. Kita juga disumpah sebagai dokter, jadi kita tulis saja apa adanya," kata Lim seperti diceritakan kembali oleh dr. Djaja Surya Atmadja, dokter ahli forensik FKUI.
Bagi Djaja, sikap bekas gurunya itu sangat mengesankan.
Banyak tembakan dan tusukan
Pada visum memang tertulis kondisi biji mata beberapa korban terlihat kempis dan keluar.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR