Dijuluki Penguasa 72 Pulau, Raja Kerajaan Ternate Ini Usir Portugis Dari Tanah Maluku

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Kerajaan Ternate mencapai masa kejayaannya pada masa Sultan Baabullah. Masih eksis hingga sekarang.
Kerajaan Ternate mencapai masa kejayaannya pada masa Sultan Baabullah. Masih eksis hingga sekarang.

Intisari-online.com - Sultan Baabullah (1528-1583) adalah sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate, salah satu kerajaan yang menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.

Ia dikenal sebagai sultan teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena berhasil mengusir penjajah Portugis dari wilayahnya dan membawa kesultanan tersebut ke puncak kejayaannya pada akhir abad ke-16.

Ia juga mendapat gelar "Penguasa 72 Pulau" karena wilayah kekuasaannya mencakup sebagian besar Kepulauan Maluku, Sangihe, dan sebagian Sulawesi.

Pengaruh Ternate pada masa pemerintahannya bahkan menjangkau Solor, Bima, Mindanao, dan Raja Ampat.

Perlawanan Sultan Baabullah terhadap Portugis dilatarbelakangi oleh berbagai faktor politik, ekonomi, dan sosial.

Portugis datang ke Maluku pada tahun 1512 dengan tujuan mencari rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, yang memiliki nilai tinggi di pasar Eropa.

Pada awalnya, Portugis disambut baik oleh Sultan Bayanullah dari Ternate dan diberi izin untuk membangun benteng dan gereja di pulau tersebut.

Namun, lambat laun hubungan antara kedua belah pihak menjadi buruk karena sikap sewenang-wenang dan serakah Portugis.

Portugis menerapkan politik monopoli perdagangan rempah-rempah dengan mematok harga rendah, melarang penduduk berdagang dengan bangsa lain, dan menangkap kapal-kapal dagang penduduk.

Hal ini membuat rakyat Ternate dan Maluku menderita karena kehilangan sumber pendapatan utama mereka.

Selain itu, Portugis juga menyebarkan agama Katolik dengan cara paksaan dan mencampuri urusan internal kerajaan.

Baca Juga: Perkembangan Kehidupan Masyarakat pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha

Salah satu contoh yang paling menyulut kemarahan rakyat adalah pembunuhan Sultan Khairun Jamil, ayah Sultan Baabullah, oleh Kapten Portugis Lopez de Mesquita pada tahun 1570.

Sultan Baabullah yang naik takhta menggantikan ayahnya tidak tinggal diam melihat perlakuan Portugis.

Ia segera menggalang perlawanan dengan mengumpulkan pasukan dan persenjataan dari berbagai daerah.

Ia juga menjalin aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain yang bermusuhan dengan Portugis, seperti Tidore, Bacan, Jailolo, Halmahera, Makassar, Banten, Demak, dan Aceh.

Bahkan mendapat dukungan dari Francis Drake, seorang penjelajah Inggris yang singgah di Ternate pada tahun 1579.

Perlawanan Sultan Baabullah berlangsung selama 13 tahun (1570-1583) dengan berbagai pertempuran sengit di darat dan laut.

Salah satu pertempuran terbesar adalah pengepungan benteng Portugis di Ternate pada tahun 1574-1575 yang berhasil merebut kembali pulau tersebut dari tangan musuh.

Akhirnya, pada tahun 1583, Portugis menyerah dan meninggalkan Maluku Utara setelah menandatangani perjanjian damai dengan Sultan Baabullah.

Perlawanan Sultan Baabullah terhadap Portugis memiliki dampak yang signifikan bagi sejarah Maluku Utara dan Indonesia.

Dampak positifnya adalah membebaskan rakyat dari penindasan dan penjajahan asing, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan kerajaan, serta memelihara identitas budaya dan agama lokal.

Dampak negatifnya adalah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan fisik akibat peperangan, serta membuka pintu bagi bangsa Eropa lainnya, seperti Belanda dan Inggris, untuk masuk ke Maluku.

Baca Juga: Runtuhnya Kerajaan Majapahit Disebabkan oleh Peristiwa Apa Saja?

Perlawanan Sultan Baabullah terhadap Portugis di Maluku Utara merupakan salah satu contoh perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme.

Sultan Baabullah menjadi inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya yang berani berkorban demi mempertahankan tanah air dan martabat bangsa.

Ia juga menjadi salah satu tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2020.

Artikel Terkait