Namun, ia terpaksa harus meninggalkan sidang lebih cepat karena mendapat laporan bahwa ada pasukan liar yang bergerak menuju istana.
Pasukan ini ternyata adalah pasukan Kostrad pimpinan Kolonel Kemal Idris, yang hendak "membersihkan" orang-orang di kabinet yang diduga terlibat G30S.
Soekarno kemudian diungsikan ke Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh.
Di sana, ia bertemu dengan Soeharto, yang datang bersama beberapa perwira lainnya.
Soeharto meminta Soekarno untuk memberikan mandat kepadanya untuk mengatasi situasi keamanan dan kestabilan pemerintahan.
Soekarno pun menandatangani surat perintah yang kemudian dikenal sebagai Supersemar. Surat ini terdiri dari dua versi, yaitu versi A dan versi B.
Versi A ditulis oleh Soebandrio, sedangkan versi B ditulis oleh Soeharto. Isi dari kedua versi ini hampir sama, kecuali pada bagian akhir.
Berikut adalah isi dari Supersemar versi A:
Kepada: Letnan Jenderal Soeharto
Dengan ini saya perintahkan kepada Saudara untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan kelancaran jalannya revolusi.
Untuk itu Saudara berhak untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan kelancaran jalannya revolusi.
Dalam melaksanakan tugas ini Saudara harus tetap berhubungan dengan saya sebagai Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia.
Jakarta, 11 Maret 1966
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia
(ttd) Soekarno
Berikut adalah isi dari Supersemar versi B:
Baca Juga: Satrio Piningit dalam Ramalan Jawa, Apakah Presiden 2024 Adalah Reinkarnasi dari Raja-Raja Jawa?
Kepada: Letnan Jenderal Soeharto
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR