Intisari-online.com -Sumbu Filosofis Yogyakarta adalah salah satu warisan budaya yang diakui oleh UNESCO sebagai bagian dari Situs Warisan Budaya Dunia pada tahun 2021.
Sumbu ini merupakan karya arsitektur dan perencanaan kota yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kesultanan Yogyakarta, pada abad ke-18.
Sumbu ini menghubungkan beberapa bangunan bersejarah dan berbudaya penting di Yogyakarta, seperti Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, Masjid Agung, Taman Sari, dan Tugu Yogyakarta.
Sumbu Filosofis Yogyakarta tidak hanya memiliki nilai estetika dan sejarah, tetapi juga mengandung nilai filosofis yang mendalam.
Sumbu ini mencerminkan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia dan alam, serta hubungan antara keduanya.
Sumbu ini juga menunjukkan konsep kosmologi Jawa tentang pusat dunia, arah mata angin, dan siklus waktu.
Sumbu ini juga melambangkan harmoni antara raja dan rakyat, antara agama dan budaya, serta antara tradisi dan modernitas.
Sumbu Filosofis Yogyakarta adalah mahakarya Sultan Hamengku Buwono I yang patut dibanggakan oleh bangsa Indonesia.
Sumbu ini menunjukkan kekayaan dan kearifan budaya Jawa yang telah berabad-abad.
Sumbu ini juga menjadi saksi bisu perkembangan sejarah Indonesia, mulai dari masa kolonialisme Belanda, perjuangan kemerdekaan, hingga reformasi.
Sumbu ini adalah warisan budaya dunia yang harus dilestarikan dan dikembangkan untuk generasi mendatang.
Baca Juga: Mengusung Semangat Kebersamaan, Tradisi Bakar Batu Berasal Dari Mana?
Untuk memahami lebih lanjut tentang Sumbu Filosofis Yogyakarta, kita dapat melihat beberapa aspek berikut:
- Aspek Arsitektur: Sumbu Filosofis Yogyakarta memiliki desain arsitektur yang unik dan khas.
Sumbu ini mengikuti garis lurus yang sejajar dengan Gunung Merapi di utara dan Pantai Parangtritis di selatan.
Sumbu ini juga mengikuti sistem grid yang membagi kota menjadi beberapa blok.
Sumbu ini juga memperhatikan aspek feng shui, yaitu penempatan bangunan sesuai dengan arah mata angin dan aliran air.
Sumbu ini juga menggunakan bahan-bahan lokal, seperti batu, kayu, tanah liat, dan bambu, untuk menciptakan bangunan yang harmonis dengan lingkungan.
- Aspek Filosofis: Sumbu Filosofis Yogyakarta mencerminkan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia dan alam, serta hubungan antara keduanya.
Sumbu ini menunjukkan konsep kosmologi Jawa tentang pusat dunia, yaitu Keraton Yogyakarta, yang merupakan tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan.
Sumbu ini juga menunjukkan konsep arah mata angin, yaitu utara-selatan dan timur-barat, yang melambangkan siklus waktu dan perubahan alam.
Sumbu ini juga menunjukkan konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur, yaitu nafsu (Panggung Krapyak), akal (Masjid Agung), dan ruh (Taman Sari).
Sumbu ini juga menunjukkan konsep harmoni antara manusia dan alam, yaitu dengan menghormati Gunung Merapi sebagai sumber kehidupan dan Pantai Parangtritis sebagai tempat kembali.
- Aspek Budaya: Sumbu Filosofis Yogyakarta juga mengandung nilai-nilai budaya Jawa yang masih hidup hingga saat ini.
Sumbu ini menjadi saksi bisu perkembangan sejarah Indonesia, mulai dari masa kolonialisme Belanda, perjuangan kemerdekaan, hingga reformasi.
Sumbu ini juga menjadi tempat berlangsungnya berbagai tradisi dan ritual budaya Jawa, seperti upacara grebeg, kirab pusaka, labuhan, dan lain-lain.
Sumbu ini juga menjadi tempat berkembangnya berbagai seni dan budaya Jawa, seperti wayang kulit, gamelan, batik, keris, dan lain-lain.