Mereka dapat jatah untuk masing-masing kelompok.
Pejabat yang datang mendapat antaran pertama bakaran.
Juga para pejabat yang tidak makan babi disuguhi daging ayam hasil bakar batu itu.
Setelah itu baru giliran masyarakat yang hadir. Masyarakat antre rapi dan tidak rebutan.
Masing-masing kelompok mewakilkan salah satu anggotanya untuk mendekat ke lubang bakaran.
Setelah mereka mendapat bagian, wakil ini lari menuju tempat kelompoknya berkumpul.
Kalau masih kurang, mereka kembali lagi ke tempat bakar batu.
Hebatnya, ratusan orang yang datang akan dapat bagian semua.
Bakar batu merupakan tradisi suku Dani di Pegunungan Tengah Papua.
Di Suku Lani disebut lago lakwi, sementara di Wamena, bakar batu lebih dikenal dengan sebutan kit oba isago, sedangkan di Paniai disebut dengan mogo gapil.
Sementara itu di masyarakat Papua pantai, acara ini dikenal dengan istilah barapen.
Dalam tradisi bakar batu terdapat makna mendalam, yakni sebagai ungkapan syukur pada Tuhan dan simbol solidaritas yang kuat.
Bakar batu merupakan ritual memasak bersama yang bertujuan untuk mewujudkan rasa syukur kepada sang pemberi kehidupan.
Bakar batu juga sebagai alat bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat, menyambut kabar bahagia, atau mengumpulkan prajurit untuk berperang dan pesta setelah perang.
Atau bahkan media perdamaian antarkelompok yang berperang.
Ritual ini juga sering dilakukan untuk menghimpun orang pada prosesi pembukaan ladang, kelahiran, kematian, berburu, membangun rumah, perkawinan, dan juga hal-hal lain yang mengharuskan mobilisasi massa dalam jumlah besar.
Upacara bakar batu juga merupakan simbol kesederhanaan masyarakat Papua.
Muaranya ialah persamaan hak, keadilan, kebersamaan, kekompakan, kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan yang membawa pada perdamaian.
Bahkan di komunitas muslim Papua, misalnya, di daerah Walesi Jayawijaya dan komunitas muslim Papua daerah lain, dalam menyambut Ramadan, mereka juga melakukan bakar batu.
Namun media yang dibakar diganti ayam.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR