Masyarakat sipil, mahasiswa, dibantu tentara, melakukan berbagai demonstrasi besar-besaran menuntut PKI dibubarkan dan ekonomi diperbaiki.
Puncaknya pada 11 Maret 1966. Soeharto yang saat itu menjabat Panglima Angkatan Darat meminta Sukarno memberi kuasa untuk mengatasi keadaan.
Permintaan yang dikenal dengan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) itu membuka jalan bagi Soeharto untuk merebut kekuasaan dari Sukarno.
Soeharto muncul sebagai pahlawan. Ia menumpas PKI dan menjadi presiden.
Kekejaman yang sesungguhnya terjadi belakangan: setidaknya 500.000 orang yang dituduh PKI atau simpatisannya, dibantai di berbagai daerah Indonesia.
Yang lebih beruntung, dipenjara selama puluhan tahun. Seperti Latief yang merasa ditipu oleh Soeharto.
"Jadi siapa yang sebenarnya telah menyebabkan terbunuhnya para jenderal tersebut? Saya yang telah memberi laporan lebih dulu kepada Jenderal Soeharto? Atau justru Jenderal Soeharto, yang sudah menerima laporan tetapi tidak berbuat apa-apa?" kata Latief dalam kesaksiannya.
"Nyatanya, sama sekali tidak pernah ada langkah-langkah untuk menambah penjagaan. Sebaliknya, setelah Peristiwa G30S meletus, selain menghantam G30S dan juga membantai ribuan rakyat yang sama sekali tidak tahu apa-apa, mereka bertiga (Soeharto, Umar Wirahadikusumah, dan Basuki Rachmat) kemudian malahan bersama-sama menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno," ujar Latief.
Dari ulasan di atas, kita dapat melihat bahwa teori yang menuduh Soeharto dalang dari G30S memiliki beberapa argumen dan bukti yang mendukungnya. Yang jelas, peristiwa G30S telah mengubah sejarah Indonesia secara drastis. Dan Soeharto, entah sebagai dalang atau pahlawan, telah memainkan peran penting dalam peristiwa tersebut.
KOMENTAR