Penyelesaian Peristiwa Tanjung Priok
Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok, seperti dilansir dari kompas.id, pengadilan HAM ad hoc diupayakan sebagai jalur hukumnya.
Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang menyatakan bahwa pelanggaran HAM yang terjadi sebelum UU No 26/2000 berlaku dapat diadili melalui pengadilan HAM ad hoc.
Sementara proses hukum kasus Priok berlangsung, mantan Panglima Kodam Jaya Jenderal (Purn) Try Sutrisno, bersama pejabat keamanan lainnya yang bertugas saat peristiwa Tanjung Priok 1984 sepakat untuk berdamai dengan korban (islah).
Piagam perdamaian dibacakan pada 7 Maret 2001 di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, dengan disaksikan Rektor Universitas Paramadina Mulya Nurcholish Madjid dan Panglima Kodam Jaya Mayjen Bibit Waluyo serta korban dan keluarga korban.
Namun, Abdul Hakim Garuda Nusantara, ketua Yayasan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mengatakan bahwa islah harus dikukuhkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan disertai dengan pengungkapan kebenaran.
Tanpa itu, islah tidak memiliki kekuatan yuridis untuk menghentikan proses hukum yang dilakukan kejaksaan.
Oleh karena itu, proses hukum pengadilan HAM ad hoc tetap dilanjutkan.
Peristiwa Tanjung Priok adalah sebuah tragedi yang menimbulkan duka bagi banyak pihak.
Kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya menghormati hak-hak dasar manusia dan menjaga toleransi antar umat beragama.
Artikel ini telah membahas awal mula, kronologi, dan penyelesaian peristiwa Tanjung Priok secara lengkap. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.
Demikianlah artikel ini menguraikan latar belakang dan kronologi peristiwa Tanjung Priok. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.
Baca Juga: Advent Bangun, Jadi Atlet Karate Setelah Babak Belur Dihajar 30 Preman Tanjung Priok yang Beringas
KOMENTAR