Latar Belakang dan Kronologi Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984

Ade S

Penulis

Artikel ini menjelaskan latar belakang dan kronologi peristiwa Tanjung Priok, sebuah tragedi pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1984.
Artikel ini menjelaskan latar belakang dan kronologi peristiwa Tanjung Priok, sebuah tragedi pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1984.

Intisari-Online.com -Apakah Anda pernah mendengar tentang peristiwa Tanjung Priok?

Peristiwa ini adalah salah satu kasus paling mengenaskan dalam sejarah Indonesia.

Artikel ini akan membahas latar belakang dan kronologi peristiwa Tanjung Priok, yang terjadi pada 12 September 1984.

Anda akan mengetahui apa yang menyebabkan konflik antara militer dan masyarakat Tanjung Priok, bagaimana jalannya peristiwa tersebut, dan berapa jumlah korban yang jatuh.

Anda juga akan mengetahui bagaimana upaya penyelesaian kasus ini melalui jalur hukum dan perdamaian.

Latar Belakang Peristiwa Tanjung Priok

Dikutip dari kompas.com, peristiwa Tanjung Priok bermula pada Senin, 10 September 1984, saat seorang anggota militer bernama Sersan Hermanu datang ke Masjid As Saadah di Tanjung Priok.

Di sana, ia menemukan ada brosur dan spanduk yang berisi kritik terhadap pemerintah.

Ia lalu memerintahkan pengurus masjid, Amir Biki, untuk membersihkannya.

Namun, Biki menolak permintaan Hermanu. Hermanu pun nekad untuk melakukannya sendiri.

Saat melakukannya, ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatunya terlebih dahulu.

Baca Juga: Peristiwa Tanjung Priok: Latar Belakang, Kronologi, dan Penyelesaian

Hal ini diketahui oleh warga yang dipimpin oleh pengurus masjid lainnya, yaitu Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman.

Mereka kemudian membakar motornya dan menyerang Hermanu.

Akibatnya, Rambe, Sulaeman, serta dua pengurus lainnya, Achmad Sahi dan Muhammad Noor ditangkap oleh aparat.

Kronologi Peristiwa Tanjung Priok

Pada 12 September 1984, dua hari setelah penangkapan empat pengurus masjid, ulama Islam Abdul Qodir Jaelani menyampaikan khotbah tentang asas tunggal Pancasila di Masjid As Saadah.

Setelah khotbah, Biki mengajak massa untuk berdemonstrasi ke kantor Kodim Jakarta Utara, tempat para pengurus ditahan. Namun, aksi mereka tidak berjalan lancar.

Mereka dihadang oleh aparat keamanan di depan Polres Jakarta Utara.

Aparat keamanan mencoba melakukan tindakan persuasif untuk membubarkan massa. Namun, massa tetap bertahan, karena tuntutan mereka belum dipenuhi.

Akhirnya, aparat keamanan mengambil langkah terakhir. Mereka menembaki massa dengan peluru tajam. Hal ini menyebabkan banyak korban jiwa.

Menurut Komnas HAM, korban tewas akibat peristiwa ini berjumlah 24 orang, sedangkan 55 orang mengalami luka-luka.

Korban yang terluka dibawa ke Rumah Sakit Militer Gatot Subroto.

Baca Juga: Kini Jadi Sarang Preman, Siapa Sangka Pelabuhan Tanjung Priok Mungkin akan Tetap Jadi 'Pembantu' Jika Fasilitas yang Jadi Simbol Keserakahan Inggris dan Kecurangan Israel Ini Tak Pernah Ada

Penyelesaian Peristiwa Tanjung Priok

Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok, seperti dilansir dari kompas.id, pengadilan HAM ad hoc diupayakan sebagai jalur hukumnya.

Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang menyatakan bahwa pelanggaran HAM yang terjadi sebelum UU No 26/2000 berlaku dapat diadili melalui pengadilan HAM ad hoc.

Sementara proses hukum kasus Priok berlangsung, mantan Panglima Kodam Jaya Jenderal (Purn) Try Sutrisno, bersama pejabat keamanan lainnya yang bertugas saat peristiwa Tanjung Priok 1984 sepakat untuk berdamai dengan korban (islah).

Piagam perdamaian dibacakan pada 7 Maret 2001 di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, dengan disaksikan Rektor Universitas Paramadina Mulya Nurcholish Madjid dan Panglima Kodam Jaya Mayjen Bibit Waluyo serta korban dan keluarga korban.

Namun, Abdul Hakim Garuda Nusantara, ketua Yayasan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mengatakan bahwa islah harus dikukuhkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan disertai dengan pengungkapan kebenaran.

Tanpa itu, islah tidak memiliki kekuatan yuridis untuk menghentikan proses hukum yang dilakukan kejaksaan.

Oleh karena itu, proses hukum pengadilan HAM ad hoc tetap dilanjutkan.

Peristiwa Tanjung Priok adalah sebuah tragedi yang menimbulkan duka bagi banyak pihak.

Kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya menghormati hak-hak dasar manusia dan menjaga toleransi antar umat beragama.

Artikel ini telah membahas awal mula, kronologi, dan penyelesaian peristiwa Tanjung Priok secara lengkap. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

Demikianlah artikel ini menguraikan latar belakang dan kronologi peristiwa Tanjung Priok. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

Baca Juga: Advent Bangun, Jadi Atlet Karate Setelah Babak Belur Dihajar 30 Preman Tanjung Priok yang Beringas

Artikel Terkait