Intisari-online.com -Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbanyak di dunia.
Menurut data United States Geological Survey (USGS) tahun 2020, cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta ton, mengalahkan Australia yang memiliki 20 juta ton dan Brazil yang memiliki 16 juta ton.
Cadangan nikel Indonesia juga menyumbang 23 persen dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 94 juta ton.
Nikel adalah logam yang memiliki banyak manfaat, terutama untuk industri baterai kendaraan listrik.
Nikel dapat meningkatkan kapasitas penyimpanan energi dan daya tahan baterai.
Oleh karena itu, permintaan nikel di pasar global terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi kendaraan listrik.
Namun, memiliki cadangan nikel yang besar tidak berarti Indonesia dapat menikmati keuntungan secara maksimal.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengelola sumber daya nikelnya, antara lain:
- Sisa umur cadangan nikel yang terbatas.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi nikel Indonesia pada tahun 2019 mencapai 853 ribu ton, sedangkan pada tahun 2020 menurun menjadi 760 ribu ton.
Jika asumsi produksi nikel tetap sebesar 760 ribu ton per tahun, maka sisa umur cadangan nikel Indonesia hanya sekitar 28 tahun lagi.
Baca Juga: Punya Cadangan Nikel Terbanyak di Dunia, Indonesia Hanya Untuk 30% dari Hilirisasi Nikel
- Kurangnya kegiatan eksplorasi untuk menambah cadangan nikel.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, Indonesia baru melakukan eksplorasi di sekitar 34 persen wilayah potensial yang memiliki sumber daya nikel.
Padahal, masih banyak daerah-daerah baru yang belum dieksplorasi, terutama di wilayah Indonesia Timur seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua.
- Pembangunan smelter nikel yang berlebihan.
Smelter adalah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam.
Indonesia menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah sejak Januari 2020 untuk mendorong pembangunan smelter nikel dalam negeri.
Namun, hal ini juga berdampak pada meningkatnya serapan bijih nikel oleh smelter.
Saat ini, Indonesia sudah memiliki 15 smelter nikel dan ditargetkan akan ada 53 smelter nikel pada tahun 2024.
Jika semua smelter tersebut beroperasi penuh, maka kebutuhan bijih nikel akan mencapai sekitar 50 juta ton per tahun, jauh melebihi produksi bijih nikel saat ini.
Bagaimana solusi untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut?
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:
Baca Juga: Indonesia Punya Cadangan Nikel Terbanyak Dunia, Ini Alasannya China Sangat Menginginkannya
- Meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan nikel baru.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif dan kemudahan perizinan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan eksplorasi di daerah-daerah baru.
Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian dan pengembangan teknologi eksplorasi yang lebih canggih dan efisien.
- Menerapkan moratorium pembangunan smelter nikel baru.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi antara Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam proses penerbitan izin usaha industri (IUI) smelter.
Tujuannya adalah untuk menyesuaikan jumlah smelter dengan ketersediaan cadangan dan produksi bijih nikel.
- Mendorong pengembangan industri hilir nikel.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan dukungan bagi industri-industri yang menggunakan produk smelter nikel sebagai bahan baku, seperti industri baterai kendaraan listrik, baja tahan karat (stainless steel), dan paduan logam (alloy).
Dengan demikian, nilai tambah dari nikel dapat lebih optimal dan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi produsen nikel dunia.
Namun, potensi tersebut harus diimbangi dengan pengelolaan yang bijak dan berkelanjutan.
Dengan melakukan langkah-langkah solutif di atas, diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan cadangan nikelnya secara optimal dan berdaya saing.