Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ada 50 perusahaan yang telah mendapatkan izin untuk membangun pabrik smelter nikel di Indonesia, dengan total kapasitas mencapai 71 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 70% berasal dari China.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Indonesia dan China sama-sama diuntungkan dari bisnis nikel.
Indonesia bisa meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alamnya.
Bisa menciptakan lapangan kerja baru, dan mengurangi ketergantungan pada impor produk hilir nikel.
Sementara itu, China bisa memastikan pasokan nikel yang stabil dan murah untuk industri baterai kendaraan listriknya, yang merupakan salah satu prioritas pembangunan nasionalnya.
Namun, ada juga beberapa tantangan dan risiko yang harus dihadapi oleh kedua negara.
Indonesia harus memastikan bahwa investasi asing dalam industri hilir nikel tidak merugikan kepentingan nasionalnya.
Misalnya dengan menetapkan aturan-aturan yang mengatur soal lingkungan hidup, tenaga kerja lokal, transfer teknologi, dan keseimbangan neraca perdagangan.
Sementara itu, China harus berhati-hati terhadap kemungkinan perubahan kebijakan pemerintah Indonesia yang bisa mempengaruhi bisnis nikelnya.
Baca Juga: Jumlah Nikel Indonesia Terbanyak di Dunia, Mungkinkah Menjadi Harapan Masa Depan Dunia ?
Misalnya dengan diversifikasi sumber pasokan nikel dari negara-negara lain atau dengan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara produsen baterai kendaraan listrik lainnya.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR