Para sultan Kerajaan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti, yaitu Dinasti Sayid Maulana Abdul Azis Syah dan Dinasti Johan Berdaulat.
Dengan berdirinya Kerajaan Perlak, semakin banyak orang Arab dari kalangan Syiah ataupun Sunni yang datang untuk berdagang.
Kedua aliran ini bahkan terus menyebarkan pengaruhnya hingga timbul perlawanan terbuka pada masa pemerintahan Sultan Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918 M).
Peperangan antara dua aliran ini terus berlangsung hingga akhirnya dapat diredam setelah dibuat perjanjian damai yang disebut dengan Perjanjian Alue Meuh.
Perjanjian tersebut mengatur pembagian Kerajaan Perlak menjadi dua, yakni:
- Perlak Baroh (Syiah) yang berpusat di Bandar Khalifah dengan wilayah dipesisir.
- Perlak Tunong (Sunni) dengan wilayah di pedalaman.
Kendati demikian, Islam Syiah tidak berkembang karena Perlak Baroh dihancurkan oleh Kerajaan Sriwijaya.
Kondisi inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat akhirnya ditetapkan sebagai Sultan ke-8 Perlak dan melanjutkan perlawanan terhadap Sriwijaya hingga 1006 M.
Seperti disebut di awal, Kerajaan Perlak terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, kayu berkualitas tinggi untuk bahan pembuatan kapal.
Hasil alamnya ini yang menarik para pedagang dari Gujarat, Arab, dan India untuk datang hingga membuat Kerajaan Perlak berkembang menjadi bandar niaga yang maju.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR