Seorang anggota polisi dari satuan Densus 88 menembak sesama anggota polisi yang lain. Pistolnya ilegal.
Intisari-Online.com -Kembali terjadi anggota polisi menembak anggota polisi yang lain.
Polisi tembak polisi.
Pelakunya adalah Bripda IMS yang menggukana pistol ilegal milik Bripda IG, korbannya adalah Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage.
Para pelaku dan korban adalah anggota Datasemen Khusus 88 Antiteror Polri alias Densus 88.
Ada sejumlah fakta baru terkait peristiwa polisi tembak polisi terbaru ini, seperti diungkapkan olehKepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) baru-baru ini.
Bripda IDF tewas terkena tembakan oleh rekan sesama polisi di kawasan Rumah Susun (Rusun) Polri, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (23/7/2023) pukul 01.40 WIB
Dalam kasus ini, polisi menangkap dua tersangka, yakni Bripda IMS dan Bripka IG.
Seperti disebut di awal, para pelaku dan korban merupakan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan di Rumah Sakit Kramatjati, Jakarta Timur, ada satu luka tembakan di kepala bagian belakang telinga kanan sampai belakang telinga kiri.
Sebelum kejadian, salah satu tersangka penembak Bripda IDF meminum alkohol.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar menyampaikan, temuan ini berdasarkan penyidikan awal yang telah dilakukan.
"Dari fakta-fakta yang telah diperoleh penyidik, IMS memang mengonsumsi alkohol sebelum atau pada saat terjadinya peristiwa itu," kata Aswin saat dikonfirmasi, Jumat (28/7/2023).
Hal senada juga dijelaskan Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro.
Rio membenarkan bahwa sebelum penembakan, Bripda IMS mengonsumsi minuman keras bersama sejumlah saksi.
Rio mengungkapkan, mulanya Bripda IMS dan saksi AY berkumpul bersama di kamar saksi AN.
Mereka bertiga mengonsumsi minuman keras.
Di situ, Bripda IMS menunjukkan senjata api yang dia bawa kepada saksi AN dan AY dalam keadaan magasin tidak terpasang.
“Setelah menunjukkan kepada saksi AN dan AY, tersangka IMS memasukkan senpi yang tadi ditunjukkan kepada dua orang tersebut ke dalam tasnya dan sambil memasukkan magasin ke dalam tas,” ungkap Rio dalam konferensi pers di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dari hasil rekaman CCTV yang diperoleh penyidik, pada pukul 01.39.09, Bripda IDF masuk ke dalam kamar saksi AN.
Kemudian, Bripda IMS kembali mengeluarkan senpi tersebut dan menunjukkannya kepada Bripda IDF.
Namun, senpi tersebut meletus sehingga mengenai Bripda IDF.
“Saat tersangka menunjukkan senjata api tersebut kepada korban, tiba-tiba senpi tersebut meletus dan mengenai leher korban IDF, terkena pada bagian bawah telinga sebelah kanan menembus ke tungkuk belakang sebelah kiri,” ujar Rio.
Usai kejadian itu, korban IDF langsung dilarikan ke Rumah Sakit Kramatjati.
Namun, Bripda IDF meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit.
Dari peristiwa itu, penyidik Polres Bogor menyita sejumlah barang bukti, di antaranya rekaman kamera CCTV di Rusun Polri Cikeas dan satu pucuk senjata api (senpi) jenis pistol rakitan non-organik berserta sejumlah peluru.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menegaskan, Bripda IDF tewas terkena tembakan senpi rakitan milk Bripka IG.
Meski begitu, Bripka IG tidak ada di lokasi kejadian.
Namun, Bripka IG tetap menjadi tersangka atas kepemilikan senpi rakitan ilegal.
"Terkait peristiwa terjadi, IG sedang berada di rumah, jadi tidak ada di TKP. Di TKP hanya ada tersangka," ujar Surawan.
Polisi masih mendalami alasan senjata api rakitan milik Bripka IG ada di tangan Bripda IMS.
Hal tersebut akan didalami lebih lanjut dalam pemeriksaan kedua tersangka.
“Apakah memang dipinjamkan atau ada hubungan lain, ini sedang kami konfrontir supaya lebih jelas,” ujar Surawan.
Surawan juga mengungkapkan, pihaknya akan mengonfirmasi hal itu melalui rekaman CCTV.
“Nanti kami akan membuktikan dengan rekaman CCTV kapan tersangka IMS datang ke IG, bagaimana prosesnya, sedang kami lakukan langkah-langkah,” ungkap dia.
Kasus penembakan Bripka IDF saat ini ditangani oleh Polres Bogor.
Kedua tersangka kini terancam hukuman pidana mati atau seumur hidup.
Tersangka Bripda IMS dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.
Sementara itu, Bripka IG dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 56 dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 dan/atau Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.
“Untuk ancaman pidananya, pidana hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun,” ujar AKBP Rio Wahyu Anggoro.
Sementara itu, penanganan etik dalam perkara tersebut ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Kepala Divisi Propam Polri Irjen Syahardiantono mengatakan, pihaknya segera membentuk tim Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait sidang etik kedua tersangka.
“Masih proses pemeriksaan, KKEP segera dibentuk,” ujar Syahardiantono saat dikonfirmasi.
Namun, Syahardianto belum menginformasikan kapan jadwal sidang komite etik terhadap dua tersangka akan digelar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, Bripda IMS dan Bripka IG kini ditahan di tempat khusus (patsus) di Biro Provos Divpropam Polri.
Keduanya ditempatkan khusus di Divisi Propam Mabes Polri berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Divisi Propam Polri, Itwasum Polri, Divkum Polri, SDM Polri, Biro Wassidik Bareskrim Polri, dan Densus 88 Antiteror Polri.
“Hasil gelar perkara menetapkan dua terduga pelanggar atas nama Bripda IMS dan Bripka IG melakukan pelanggaran kode etik kategori berat,” ujar Ramadhan.
Saat ini, Polri belum menemukan adanya indikasi dugaan bisnis jual-beli senpi ilegal terkait kasus tewasnya Bripda IDF.
Namun, polisi akan mendalami hal itu.
Sebab, pihak keluarga korban menduga bahwa anaknya ditembak terkait masalah bisnis senpi ilegal.
"Kami masih melakukan pendalaman terhadap para saksi dan tersangka, sehingga kalau nanti sudah ada jawaban dari mereka, nanti akan kami beri tahu lebih lanjut," ujar Kombes Surawan.
Dikutip dari Kompas TV, ayah Bripda IDF menduga kematian anaknya akibat masalah bisnis senpi ilegal dengan seniornya.
“Sampai saat ini kami juga belum mengetahui, tapi yang jelas pada saat itu memang ada semacam bisnis senpi dengan seniornya ini," ujar ayah korban, Pandi, dikutip dari Kompas TV.
Pandi menyebutkan, informasi soal dugaan adanya bisnis senpi tersebut diperolehnya dari keterangan tim penyidik.
“Tapi anak saya mungkin ditawari, anak saya mungkin menolak karena sudah tahu barang itu ilegal, sehingga apa yang terjadi di situ, mungkin terjadi cekcok, akibatnya anak saya jadi korban,” sebut Pandi.