Menurut pengakuan D, kaki tangan sindikat jual beli ginjal, dirinya telah memberangkatkan 24 orang ke Kamboja. Dapat 2 juta dari masing-masing orang.
Intisari-Online.com -Polisi terus memburu sindikat jual beli ginjal internasional yang beroperasi di Indonesia.
Yang paling baru, Polda Metro Jaya dan Polrestabes Bekasi berhasil menangkap seorang pria berinsial D di sebuah rumah di jalan Macan Lindungan, Bukit Baru, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (21/7).
Pria tersebut diduga sebagai kaki tangan sindikat tersebut.
Menurutnya, sudah ada 24 orang yang dia berangkatkan ke Kamboja.
"Dari yang saya cari antara 22, 23, 24. Datanya mungkin masih ada di hp," kata D saat diinterogasi polisi.
Dari 24 orang itu, D mengaku mendapatkan komisi Rp2 juta untuk masing-masing orang yang diberangkatkan.
Meksi begitu, D mengaku belum menerima komisi tersebut.
"Belum terima sama sekali (upah)," ujarnya.
D ditugaskan untuk mencari korban, siapa pun bisa menjadi korbannya, dan tidak harus di Palembang.
"Saya carinya tidak mesti dari Palembang, tapi luar pulau," ujarnya.
"Carinya pakai sosmed, pakai FB," katanya menambahkan.
Sebelumnya, polisi juga sudah menangkap 12 orang yang diduga menjadi bagian dari sindikat tersebut.
Dua di antaranya adalah seorang petugas: satu anggota polisi berpangkat Aipda, satu lagi pegawai imigrasi.
"Dia ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung atau tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan tim gabungan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, Kamis (20/7).
"Caranya menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat, pada intinya adalah menghindari pengejaran dari pihak kepolisian."
Aipda M diketahui menerima uang total Rp 612 juta atas perannya itu.
Tak hanya melibatkan oknum polisi, jual beli ginjal yang dijual Kamboja itu pula melibatkan oknum imigrasi.
Oknum petugas imigrasi itu berinisial HA.
HA berperan memalsukan surat rekomendasi perjalanan ke luar negeri untuk para korban.
HA diketahui menerima uang Rp 3,2 juta-Rp 3,5 juta untuk setiap korban yang berangkat ke Kamboja.
"Keberangkatan ke luar negeri, ternyata mereka memalsukan rekomendasi dari beberapa perusahaan seolah-olah akan family gathering ke luar negeri," kata Hengki.
"Apabila ditanya petugas imigrasi akan ke mana, family gathering, ini surat rekomendasi. Ini ada dua perusahaan yang dipalsukan oleh kelompok ini, seolah-olah akan family gathering, termasuk stempelnya (dipalsukan)," sambung dia.
Hengky merincikan, 12 orang tersebut mempunyai peran masing-masing untuk melancarkan aksinya.
"Dari 12 tersangka ini, 10 merupakan bagian daripada sindikat, di mana dari 10 orang, sembilan adalah mantan donor. Kemudian, ini ada koordinator secara keseluruhan, atas nama tersangka H, ini menghubungkan Indonesia dan Kamboja," kata Hengki
Hengki menuturkan, para tersangka selalu mengincar korban yang tergolong kelompok ekonomi rentan.
Mayoritas korban adalah orang-orang yang terdesak secara ekonomi imbas diterpa pandemi Covid-19.
"Kami perlu sampaikan bahwa tindak pidana saat ini, terkait dengan tindak pidana perdagangan orang yang meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pemindahan, termasuk dengan memanfaatkan posisi rentan dengan tujuan eksploitasi," ucap Hengki.
Korban memiliki latar belakang berbeda.
Hengki memerinci, para korban itu ada yang berprofesi sebagai pedagang hingga seorang lulusan strata-2 yang tidak bekerja.
"Profesi korban ini ada pedagang, ada guru privat, bahkan calon donor ini ada yang S2 dari universitas ternama, karena tidak ada kerjaan dari dampak pandemi (Covid-19) ini," ungkap Hengki.
"Kemudian juga ada buruh, sekuriti, dan sebagainya. Jadi, motifnya sebagian besar adalah ekonomi dan posisi rentan ini dimanfaatkan oleh sindikat ini," jelas dia.
Adapun para korban didapatkan oleh para pelaku melalui media sosial Facebook.
Hengki menyebutkan, ada dua akun grup komunitas yang dikendalikan oleh tersangka.
Dua grup itu yakni "Donor Ginjal Indonesia" dan "Donor Ginjal Luar Negeri".
"Di sini ada yang spesifik ternyata dari donor berubah jadi perekrut, kemudian dijanjikan uang Rp 135 juta masing-masing apabila selesai melaksanakan transplantasi ginjal di Kamboja sana," ujar Hengki.
Rp 200 juta untuk satu ginjal, tapi dipotong Rp 65 juta
Setelah menangkap 12 tersangka, polisi pun mengetahui harga satu ginjal yang diambil dari para korban.
Hengki menyebutkan, korban sebenarnya mendapat uang Rp 200 juta.
Namun, uang itu dipotong Rp 65 juta oleh tersangka sebagai biaya ganti akomodasi, penggantian paspor, dan biaya rumah sakit selama proses pengangkatan ginjal berlangsung.
"Rp 135 juta dibayar ke donor, sindikat terima uang Rp 65 juta untuk setiap satu orang," tutur Hengki.
"Menurut keterangan para donor, penerima ginjal-ginjal itu juga berasal dari berbagai negara, yakni India, China, Malaysia, dan Singapura," imbuh dia.
Operasi di RS milik Pemerintah Kamboja
Adapun operasi pengangkatan ginjal dilakukan di rumah sakit milik Pemerintah Kamboja.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Krishna Murti.
"Tindak pidana ini dilakukan di rumah sakit yang secara otoritas di bawah kendali pemerintahan Kamboja," ungkap Krishna di Mapolda Metro Jaya, Kamis.
Karena itu, polisi akan berkomunikasi dengan otoritas pemerintah untuk menyelidiki lebih lanjut soal jual beli ginjal di rumah sakit tersebut.
Polri juga akan meminta Staf Khusus (Stafsus) Perdana Menteri Kamboja Hun Sen untuk memulangkan para korban di rumah sakit itu.