Intisari-online.com - VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) adalah perusahaan dagang Belanda yang beroperasi di Asia sejak abad ke-17 hingga ke-18.
VOC memiliki kepentingan ekonomi dan politik di Nusantara, terutama di Jawa, yang merupakan pusat produksi rempah-rempah dan gula.
Untuk mengamankan kepentingannya, VOC sering kali terlibat dalam konflik dan perjanjian dengan para raja Mataram, salah satunya adalah Pakubuwono.
Pakubuwono adalah gelar yang dipakai oleh beberapa raja Mataram Islam yang berkuasa di Kartasura dan kemudian di Surakarta.
Pakubuwono pertama adalah Pakubuwono I, yang memerintah dari tahun 1704 hingga 1719.
Ia adalah putra dari Amangkurat I, raja Mataram kelima, yang mengalami pemberontakan Trunojoyo dan Sunan Kuning.
Pakubuwono I sendiri juga menghadapi pemberontakan dari saudara tirinya, Amangkurat III, yang didukung oleh Untung Surapati, seorang pahlawan perlawanan melawan VOC.
Untuk menghadapi pemberontakan ini, Pakubuwono I meminta bantuan VOC dengan syarat ia harus menyerahkan beberapa wilayah dan hak istimewa kepada VOC, seperti Banten, Priangan, Cirebon, Madura, dan hak monopoli perdagangan rempah-rempah.
Perjanjian ini dikenal sebagai Perjanjian Giyanti tahun 1705.
Dengan bantuan VOC, Pakubuwono I berhasil merebut kembali Kartasura dari Amangkurat III pada 1705.
Pada 1706-1708, ia juga berhasil menyerang Jawa Timur dan membunuh Untung Surapati di Bangil.
Dengan demikian, VOC memanfaatkan Pakubuwono I untuk menguasai Jawa dan sekitarnya dengan cara memberikan bantuan militer yang imbalannya adalah konsesi-konsesi yang menguntungkan VOC.
VOC juga mendapatkan pengaruh politik yang besar di Mataram dengan menjadi penentu siapa yang berhak menjadi raja.
VOC juga memecah belah kesatuan Mataram dengan mendukung pihak-pihak yang berselisih dengan Pakubuwono I, seperti Amangkurat IV dan Pangeran Mangkubumi.
Pakubuwono II, putra dari Pakubuwono I, meneruskan kebijakan ayahnya untuk bersahabat dengan VOC.
Ia juga menghadapi pemberontakan dari sepupunya, Raden Mas Garendi, yang mengambil gelar Amangkurat V.
Pakubuwono II meminta bantuan VOC untuk mengalahkan Amangkurat V dengan syarat ia harus menyerahkan wilayah pesisir utara Jawa termasuk Surabaya kepada VOC.
Perjanjian ini dikenal sebagai Perjanjian Salatiga tahun 1743.
Dengan demikian, VOC semakin memperluas kekuasaannya di Jawa dan sekitarnya dengan cara memanfaatkan Pakubuwono II.
Pakubuwono III dan Pakubuwono IV juga meneruskan hubungan baik dengan VOC.
Mereka juga harus menghadapi pemberontakan dari Pangeran Mangkubumi, adik dari Pakubuwono II, yang menentang pengaruh VOC di Mataram.
Pangeran Mangkubumi kemudian mendirikan Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1755 dengan bantuan Cina dan Inggris.
Peristiwa ini dikenal sebagai Perjanjian Giyanti tahun 1755, yang membagi Mataram menjadi dua: Surakarta di bawah Pakubuwono III dan Yogyakarta di bawah Pangeran Mangkubumi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa VOC memanfaatkan Pakubuwono untuk menguasai Jawa dan sekitarnya dengan cara memberikan bantuan militer, menuntut konsesi-konsesi, mempengaruhi politik, dan memecah belah kesatuan Mataram.
VOC juga menghadapi perlawanan dari berbagai pihak yang tidak setuju dengan kebijakan Pakubuwono dan VOC, seperti Amangkurat III, Untung Surapati, Amangkurat V, dan Pangeran Mangkubumi.
Hubungan antara VOC dan Pakubuwono memiliki dampak yang besar terhadap sejarah Nusantara, baik dari segi politik, ekonomi, maupun budaya.