Dua pewaris trah Mataram Islam, Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, punya cara berbeda dalam menyambut Malam 1 Suro.
Intisari-Online.com - Walau sama-sama trah Mataram Islam, Keraton Surakarta ternyata punya cara berbeda dengan Keraton Yogyakarta dalam hal tradisi Malam 1 Suro.
Apa bedanya?
Sekadar informasi, Malam 1 Suro merupakan malam pertama di Bulan Suro, sasi pertama dalam Kalender Jawa.
Tradisi atau ritual Malam 1 Suro ini biasanya dirayakan oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta pada malam hari.
Tepatnya setelah matahari terbenam.
Walau sama-sama berakar dari budaya Jawa, namun terdapat perbedaan dari pelaksanaan tradisi ini di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.
Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta memiliki sebuah tradisi Malam 1 Suro yang sangat terkenal yaitu ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng.
Dilansir dari laman pariwisata.jogjakota.go.id, ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng pada Malam 1 Suro sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono II.
Rute dimulai dari Bangsal Pancaniti, Jalan Rotowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Suryowijayan, Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di Alun-alun Utara.
Jarak yang ditempuh para peserta selama ritual topo bisu kurang lebih mencapai 4 kilometer.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR